Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Ciri dan Dampak Toxic Relationship Menurut Guru Besar UGM

Kompas.com - 26/09/2021, 12:50 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Untuk mewujudkan kampus sehat bagi seluruh sivitas akademika, Universitas Gadjah Mada (UGM) mendeklarasikan sebagai Health Promoting University (HPU) sejak 19 Juli 2019 silam.

Ada tujuh tema HPU UGM meliputi aktivitas fisik, pola makan sehat, kesehatan mental, literasi kesehatan, zero tolerance narkorba, tembakau dan alkohol, zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan. Selain itu juga ada tema pembentukan lingkungan hidup sehat, aman dan disabled friendly.

Hubungan beracun atau biasa disebut toxic relationship merupakan salah satu isu dalam tema HPU UGM yaitu kesehatan mental dan zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan.

Hal ini disampaikan Psikolog Ketua Health Promoting University UGM sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Prof. R.A. Yayi Suryo Prabandari dalam seminar daring yang diadakan KMK Pascasarjana UGM pada Sabtu, (25/9/2021).

Baca juga: Dosen Unair: Ini Dosis Konsumsi Minuman Kolagen agar Aman bagi Tubuh

Pengertian hubungan beracun atau toxic relationship

Menurut Prof. Yayi, dalam literatur, hubungan beracun dikenal dengan relationship abuse, yaitu hubungan yang disalahgunakan dan menimbulkan akibat kurang menyenangkan secara emosional, sosial, fisik dan seksual.

"Hubungan beracun kadang tidak disadari baik dalam berteman, berelasi (bila telah bekerja) dan berpacaran yang tidak sehat," tutur Yayi seperti dikutip dari laman UGM.

Yayi menerangkan, hubungan beracun tidak hanya terjadi pada suami istri dan berpacaran. Hubungan ini hanya menguntungkan satu pihak, merugikan diri sendiri dan bisa merugikan orang lain.

Yayi menjelaskan, Catatan Tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap perempuan tahun 2019 menunjukkan bahwa terdapat 13.568 kasus kekerasan. Sebagian diantaranya, yaitu 2.073 kasus kekerasan dalam hubungan berpacaran.

Baca juga: Ikuti Program Gelar Ganda, Cara Mahasiswa ITS Siap Masuki Dunia Kerja

Klasifikasi toxic relationship

Yayi mengungkapkan, klasifikasi pola dalam hubungan beracun. Dalam jurnal semiotika, ada yang mengklasifikasi pola hubungan beracun, yakni:

1. Secure attachment

Jadi merasa tidak nyaman jika tidak ada dia.

2. Cemas ambivalen

Hubungan beracun berada di antara perasaan senang dan takut. Seharusnya tidak ada perasaan itu kalau berada di dekat orang yang dicintai, namun hanya ada perasaan nyaman.

3. Cemas menghindar

"Ini adalah hubungan yang sebenarnya ingin dihindari tetapi merasa tidak enak karena mungkin terus dicari," tegas Prof. Yayi.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 pada Anak Penting Dilakukan, Ini Kata Dosen Unpad

Ciri perilaku toxic

Perilaku toxic, lanjut Yayi, dapat dikenali dengan beberapa ciri, yaitu:

  • Terlalu sibuk dengan dunia maya
  • Terus mengkritik
  • Mengekspresikan ketidaksukaan secara tak langsung
  • Menghindari hubungan emosional dengan orang lain
  • Menyembunyikan masalah.

Yayi mengungkapkan, tanda-tanda hubungan beracun adalah memanipulasi orang lain, tidak konsisten, tidak mau meminta maaf, tidak punya sifat empati dan simpati, dan hanya mau senangnya saja.

Baca juga: Konimex Buka 5 Posisi Lowongan Kerja Lulusan S1, Yuk Daftar

Dampak toxic relationship

Yayi menekankan, hubungan beracun dapat mengakibatkan beberapa hal, seperti:

  • Cemas dan stres
  • Mempunyai masalah kepercayaan
  • Kesehatan mental yang terganggu
  • Gangguan dalam kehidupan sehari-hari
  • Trauma
  • Tidak nyaman dan tidak aman (insecure).

Yayi menyampaikan cara mengatasi dan mencegah agar tidak terjebak dalam hubungan beracun adalah dengan berbicara. 

Setelah upaya berbicara namun toxic relationship masih saja terjadi, sebaiknya berpikir panjang untuk tetap menjalin hubungan dengan orang tersebut. Terutama jika ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Dalam psikologi pola perilaku, perulangannya ada sehingga harus dipikirkan kembali.

Yayi menegaskan, pertama yang perlu dilakukan yaitu berbicara secara efektif. Hal ini berarti, pembicara dan penerima mengerti pesan yang disampaikan.

Baca juga: Undip Peringkat 1 Versi QS WUR Graduate Employability Rankings 2022

Langkah kedua yakni berbicara secara asertif. Asertif berarti rasional, menyatakan secara langsung yang diinginkan, menghargai dan memahami orang lain.

"Asertif artinya tegas, berterus terang dan kalau bisa secara definitif diucapkan. Misalnya mengucapkan kalau kita tidak suka dibatasi untuk bermain dengan orang lain," tegas Prof. Yayi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com