Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Munculnya Gelombang Ketiga Covid-19 Tergantung Masyarakat

Kompas.com - 23/10/2021, 08:57 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Indonesia mengalami peningkatan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan. Bahkan kondisi ini membuat rumah sakit kewalahan menerima pasien Covid-19.

Keberadaan oksigen di rumah sakit juga mengalami kelangkaan lantaran banyaknya pasien Covid-19 yang ditangani.

Meski saat ini kondisi sudah mereda, namun Indonesia diprediksi akan mengalami gelombang ketiga Covid-19 pada Desember 2021 hingga Januari 2022.

Baca juga: Kokola Biskuit Buka 9 Lowongan Kerja Lulusan SMA/SMK hingga S1

Menanggapi prediksi ini, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Riris Andono Ahmad menerangkan, kemungkinan adanya gelombang Covid-19 berikutnya adalah sebuah keniscayaan.

"Tinggal pertanyaanya itu kapan terjadi dan seberapa tinggi ini sangat tergantung dengan situasi yang berkembang di masyarakat," kata Riris seperti dikutip dari situs UGM, Jumat (22/10/2021).

Gelombang Covid-19 tergantung masyarakat

Menurut Riris, munculnya gelombang Covid-19 ketiga atau gelombang-gelombang berikutnya sangat tergantung pada kondisi di masyarakat. Mobilitas interaksi sosial dan kepatuhan dalam implementasi 3 M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker di masyarakat merupakan situasi yang bisa memicu gelombang Covid-19 ketiga.

Virus Covid-19 masih terus ada dan tidak sedikit orang yang tidak memiliki kekebalan. Sementara, pada orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19, kekebalan yang didapat pun akan menurun seiring berjalannya waktu.

"Jadi, tidak hanya satu kali gelombang tiga lalu stop. Tapi akan terjadi lagi selama virus masih ada dan bersirkulasi secara global," beber Riris.

Baca juga: Mahasiswa, Pertimbangkan 5 Hal Ini Sebelum Lanjut Kuliah S2

Beberapa negara dengan cakupan vaksinasi relatif tinggi seperti Israel, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa saat ini pun tengah berjuang kembali dengan Covid-19 akibat varian Delta.

Riris menjelaskan, adanya varian Delta dengan tingkat penularan lebih tinggi membutuhkan cakupan imunitas yang lebih tinggi dalam populasi. Misalnya sebelum adanya varian Delta untuk mendapatkan kekebalan kelompok sekitar 70 persen populasi harus sudah divaksin.

Namun dengan adanya varian Delta, maka cakupan vaksinasi ditingkatkan menjadi 80 persen. Kondisi tersebut dengan anggapan bahwa vaksin yang diberikan memiliki efektvitas 100 persen.

Baca juga: Intip Jurusan Kekinian Bisnis Digital dan Peluang Kerjanya

Dengan kondisi itu, lanjut Riris, artinya vaksinasi di Indonesia untuk bisa mencapai 80 persen mensyaratkan sekitar 230 juta penduduk harus sudah divaksin. Dalam pelaksanaannya pun sebaiknya dilakukan dalam waktu kurang dari 6 bulan agar bisa terwujud kelompok.

"Ini kan sulit, misalnya sanggup pun kekebalan kelompok hanya bertahan beberapa saat dan akan terus berkurang," tutur Riris.

Masyarakat tetap waspada dan tidak lengah

Dia meminta masyarakat untuk tetap waspada dan tidak lengah. Meskipun saat ini kondisi membaik, tetapi pandemi belum usai. Sebab, risiko penularan masih ada, terlebih saat adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat.

"Saat penularan tinggi dilakukan intervensi besar-besaran dengan PPKM. Begitu terkendali aktivitas dilonggarkan karena tidak mungkin terus PPKM karena akan melumpuhkan perekonomian. Namun, pelonggaran ini berisiko penularan akan meningkat lagi," beber Riris.

Baca juga: Daftar Tokoh Dunia Lulusan Harvard University, Ada Barack Obama

Dia mengimbau masyarakat untuk tetap patuh menerapkan protokol kesehatan. Sementara pemerintah diminta terus memperkuat 3T yakni testing, tracing, dan treatment.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com