KOMPAS.com - Tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo dan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) membuat inovasi alat monitoring rehabilitasi stroke dengan peninjauan sinyal listrik otak.
Inovasi ini dibuat dengan latar belakang rehabilitasi pasien stroke masih mengandalkan metode pengamatan visual saja. Sehingga perkembangan fisik pasien pascastroke sulit dipantau karena kurang akuratnya pengamatan.
Ketua tim penelitian Adhi Dharma Wibawa mengatakan, gejala stroke mampu merusak kemampuan motorik seseorang. Sehingga pemantauan motorik pasien secara berkala dapat meningkatkan akurasi diagnosis.
Baca juga: Anak Usaha United Tractors Buka Lowongan Kerja S1, Buruan Daftar
Kemampuan motorik ini dapat ditinjau berdasarkan sinyal listrik otak manusia atau yang dikenal dengan istilah Electro Encephalography (EEG).
"Alat dapat digunakan pasien secara mandiri dengan bantuan tenaga kesehatan dari jarak jauh. Sehingga mengurangi aktivitas fisik yang dapat memperburuk kondisi pasien," kata Adhi seperti dikutip dari laman ITS, Jumat (14/1/2022).
Dosen Departemen Teknik Komputer ITS ini menjelaskan, sinyal EEG akan muncul setiap manusia melakukan aktivitas. Mulai dari mengingat, mendengarkan, melihat, bahkan saat menggerakkan anggota tubuh.
Maka dari itu, pasien akan diminta untuk melakukan beberapa gerakan fisik oleh tenaga kesehatan untuk menganalisis sinyal EEG pasien.
"Pasien hanya perlu menggunakan alat di kepala, lalu elektroda yang mengenai kulit kepala akan menangkap dan menguatkan sinyal EEG," ungkap dia.
Sinyal listrik yang dihasilkan otak sendiri sangat kecil hanya berskala mikro volt. Sehingga dibutuhkan penguatan sinyal dan penyaringan noise yang berulang.
Setelah dikuatkan, sinyal EEG akan difilter berdasarkan frekuensinya dan dikelompokkan menjadi empat jenis sinyal dasar, yaitu delta, theta, alpha, dan beta.
Baca juga: Undip Buka Lowongan Kerja Dosen, Ada 105 Formasi
Sinyal yang telah dikelompokkan tersebut akan difilter sekali lagi untuk menghilangkan noise yang timbul.
"Alat sangat sensitif terhadap noise bahkan dengan kedipan mata saja dapat mempengaruhi hasil," paparnya.
Sinyal EEG yang telah difilter ini akan dihitung nilai daya yang ada dalam sinyal sebagai fungsi frekuensi. Nilai ini disebut dengan Power Spectral Density (PSD) yang dinyatakan dalam watt per hertz (W/Hz).
"Perkembangan pasien dapat dilihat berdasarkan nilai PSD-nya melalui data yang diunggah pasien," ujar Adhi.
Baca juga: Dosen UGM Bagikan Tips Cara Jaga Kesehatan Organ Reproduksi
Tim berharap bahwa alat ini dapat segera mendapat izin untuk digunakan secara massal dan membawa manfaat bagi masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.