KOMPAS.com-- Flexing adalah istilah yang digunakan bagi seseorang yang sering pamer kekayaan.
Flexing ini relevan dengan kondisi saat ini yang mana masyarakat sering melihat orang-orang yang biasa disebut crazy rich suka pamer kekayaannya di media sosial.
Hal yang dipamerkan pun beragam, bisa berupa barang-barang, atau hal lain yang dianggap lebih unggul dari orang lain.
Fenomena flexing ini menarik perhatian Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Dewi Ilma Antawati.
Baca juga: Fungsi dan Bahaya Klorin, Siswa Yuk Belajar
Menurutnya, ada penyebab fenomena melakukan pamer harta atau flexing di media sosial. Ilma menjelaskan, perilaku flexing merupakan perilaku instingtif dalam menjalin relasi.
Dia memberikan perumpamaan seekor merak akan memamerkan ekor indahnya untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
"Pada manusia dalam Ilmu Psikologi Sosial menyebutkan bahwa memamerkan sesuatu yang dimiliki dilakukan untuk menunjukkan status sosial seseorang. Dengan harapan lebih menarik di mata orang lain sehingga dapat memperluas pergaulan," terang Ilma seperti dikutip dari laman UM Surabaya, Rabu (16/3/2022).
Sementara itu dalam psikologi klinis, perilaku flexing dikaitkan dengan rasa tidak aman atau insecurity yang dimiliki seseorang. Sehingga ada dorongan untuk memamerkan apa yang menurutnya unggul pada orang lain.
"Itulah sebabnya ada orang yang merasa tidak percaya diri datang ke pesta atau acara-acara tertentu jika tidak mengenakan barang bermerek, Mereka juga lebih nyaman jika datang mengenakan barang bermerek. Hal ini karena adanya kekhawatiran tidak diterima atau dianggap rendah orang lain," ungkap dia.
Baca juga: Pentingnya Pola Asuh Mindful Parenting, Orangtua Wajib Tahu
Ilma menambahkan, perilaku flexing dapat berdampak pada relasi dengan orang lain. Khususnya ketika berada di lingkungan baru.
Penelitan menunjukkan bahwa ketika seseorang memamerkan apa yang dimilikinya justru membuatnya menjadi sulit bergaul atau diterima oleh orang lain.
Dalam hasil penelitian banyaknya komentar negatif pada konten media sosial yang berisikan perilaku flexing secara finansial juga berdampak meningkatkan konsumerisme. Karena perilaku belanja dilakukan untuk meningkatkan status sosial, bukan murni karena kebutuhan.
Dia memberikan penjelasan bagaimana masyarakat menyikapi flexing. Jika dalam posisi pengamat, maka respon masyarakat tidak perlu berlebihan terhadap orang yang melakukan flexing. Cukup memahami mengapa seseorang melakukan hal tersebut.
Baca juga: Daftar Kampus Top Dunia Tujuan Beasiswa IISMA 2022
Untuk mencegah tidak menjadi orang yang berperilaku flexing, maka perlu mengenal kekuatan dan kelemahan diri, menerima kekuatan dan memaafkan kelemahan yang dimiliki.
"Selain itu kita berusaha terus melakukan pengembangan diri. Serta meningkatkan empati dengan cara memperbanyak kegiatan sosial dan berbagi dengan orang lain," tutup Ilma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.