KOMPAS.com - Inovasi besutan Arief Akhmad Syarifudin, Christianov Agassi Batistuta Sumolang dan Inggrialianthari Rezkhi Trinugrahandini diyakini dapat menurunkan CO2 hingga 14.000 ton per tahun.
Ketiga mahasiswa Universitas Pertamina tersebut mengajukan gagasan integrasi penggunaan energi surya dalam kegiatan hulu migas, sebagai upaya mendukung G20 dalam mengurangi emisi karbon.
Sebelumnya, World Health Organization telah memprediksi pemanasan global akibat emisi karbon dapat mengakibatkan 250 ribu kematian manusia per tahun antara 2030 hingga 2050.
Baca juga: ITB Buka Beasiswa S2-S3 2022, Bebas Biaya Kuliah hingga 100 Persen
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, sektor energi, yang termasuk di dalamnya usaha penyedia migas, menyumbang 47 persen emisi karbon nasional.
Arief mengatakan, metode Thermal Enhanced Oil Recovery atau TEOR dalam pengambilan sisa minyak dengan menggunakan pembakaran gas menyumbang emisi karbon yang cukup besar.
Metode TEOR, lanjut dia, dilakukan untuk mengoptimalkan pengambilan sisa minyak yang tidak terkuras. Dilakukan dengan cara menginjeksi uap ke dalam reservoir untuk memanaskan minyak berat (heavy oki) agar kekentalannya berkurang. Alhasil, minyak lebih mudah diangkat ke permukaan.
Karena itu, ia dan tim menggagas ide penggunaan energi surya menggantikan gas bumi dalam proses pembangkitan uap.
"Inovasi yang kami ajukan adalah penggunaan Concentrated Solar Power (CSP) yang terdiri dari kumpulan reflector (heliostat) yang berfungsi memantulkan sinar matahari ke central tower (receiver). Panas yang terkumpul di tower akan digunakan untuk memanaskan molten salt sebagai media fluida yang kemudian digunakan untuk memanaskan air menjadi uap. Uap ini akan diinjeksi ke dalam reservoir untuk proses TEOR,” tutur Arief.
Untuk mengatasi masalah ketergantungan cuaca dari energi surya, lanjut Arief, tim melakukan intermittent injection.
Baca juga: Mahasiswa Butuh Biaya Kuliah dan Hidup? Daftar Beasiswa Pertamina 2022
“Istilah lainnya adalah injeksi selang seling. Jadi, pada malam hari injeksi uap dengan temperatur tinggi akan diganti dengan injeksi air panas. Setelah dilakukan simulasi menggunakan perangkat lunak, efektivitasnya ternyata tidak jauh berbeda dengan injeksi uap temperatur tinggi,” ujar Arief.
Berdasar analisa nilai keekonomian, Arif dan tim menghitung inovasi mereka dapat mengefisiensikan biaya produksi migas hingga 50 persen.
Sehingga inovasi ini menawarkan solusi pengurangan emisi karbon dalam kegiatan migas, yang sekaligus juga lebih efisien secara ekonomi.
Inovasi yang dirancang oleh tim dari mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina tersebut berhasil meraih juara 1 di ajang bergengsi tahunan, Oil and Gas Intellectual Parade (OGIP) 2022, yang diselenggarakan oleh UPN Veteran Yogyakarta, pada 5 Maret 2022 lalu.
Inovasi ini juga meraih penghargaan di ajang Annual Petroleum Competition and Exhibition (APECX) 2021. APECX merupakan acara tahunan terbesar yang diselenggarakan oleh Society of Petroleum Engineers, Universitas Gadjah Mada (SPE UGM-SC).
Baca juga: Masih Dibuka Beasiswa Belajar Bahasa Mandarin, Tunjangan Rp 12 Juta
Bagi siswa-siswi SMA yang ingin berkarir di industri migas masa depan sebagai reservoir engineer, production engineer, drilling engineer maupun wirausaha energi, dapat menjadikan Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina sebagai pilihan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.