Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Pubertas Dini dan Bahayakah bagi Anak? Ini Kata Pakar UM

Kompas.com - 20/12/2022, 09:00 WIB
Mahar Prastiwi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pubertas adalah proses perubahan fisik saat tubuh anak berubah menjadi tubuh dewasa.

Biasanya, anak-anak usia remaja akan mengalami masa pubertas ini. Namun, ada pula di beberapa kejadian, anak mengalami pubertas dini sebelum waktunya.

Pubertas dini adalah perubahan tubuh anak menjadi dewasa (remaja) pada usia yang lebih dini dari yang seharusnya.

Pada anak laki-laki, pubertas dini terjadi sebelum usia 9 tahun. Sedangkan bagi anak perempuan pubertas dini terjadi sebelum usia 8 tahun.

Baca juga: 6 Tanda Anak Cerdas Secara Emosional dan Cara Mengoptimalkannya

Pubertas dini menyebabkan perubahan bentuk dan ukuran tubuh, perkembangan tulang dan otot, serta perkembangan organ dan reproduksi. Kondisi ini cukup langka karena hanya terjadi pada 1 dari 5.000 anak.

Tanda anak mengalami pubertas dini

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Muhammad Anas mengatakan, pubertas dini dipicu hormon gonadotropin (GnRH), yaitu hormon yang merangsang produksi hormon esterogen pada anak perempuan dan hormon testosteron pada anak laki-laki.

Ia menjelaskan, tanda pubertas dini pada anak perempuan terjadi sebelum usia 8 tahun.

Hal ini ditandai pertumbuhan payudara dan menstruasi pertama lebih awal. Sementara pada anak laki-laki, terjadi sebelum anak berusia 9 tahun. Tanda anak laki-laki mengalami pubertas dini berupa suara menjadi lebih berat, pertumbuhan kumis, serta pembesaran testis dan penis.

Baca juga: Terkenal Disiplin, Begini Cara Orangtua Jepang Mendidik Anak

"Tanda lain yang dapat menyertai pada anak laki-laki dan perempuan adalah kemunculan jerawat di wajah, pertumbuhan tinggi badan menjadi lebih pesat, dan bau badan berubah seperti bau orang dewasa," terang Anas seperti dikutip dari laman UM SUrabaya, Senin (19/12/2022).

Baca juga: Seperti Ini Sosok Erina Gudono di Mata Para Guru SMAN 3 Yogyakarta

Dia mengungkapkan, ada beberapa faktor pemicu lain yang dapat meningkatkan risiko pubertas dini. Yakni obesitas, riwayat kelainan genetik dari orangtua atau saudara kandung, paparan estrogen dan testosteron dari luar.

Contohnya melalui penggunaan krim atau salep, dan pengobatan radioterapi pada kepala atau tulang belakang.

"Periksakan anak anda ke dokter jika ia mengalami beberapa tanda pubertas dini saat usianya masih 7–9 tahun atau lebih muda. Dokter akan mengevaluasi kondisi anak dan melakukan sejumlah pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya," imbuhnya.

Dokter akan memeriksa perubahan fisik pada tubuh anak, serta melakukan tes darah dan tes kencing. Tindakan ini untuk memeriksa kadar hormon dalam tubuh anak.

Baca juga: Adaro Land Buka Lowongan Kerja S1, Terbuka untuk Fresh Graduate

Dampak pubertas dini pada anak

Selanjutnya, dokter akan melakukan stimulasi hormone GnRH untuk mencari tahu jenis pubertas dininya. Pada tes ini, dokter mengambil sampel darah anak, lalu menyuntik anak dengan hormon GnRH.

Anas menyebut, selain memiliki tinggi badan dan perawakan yang berbeda dari teman-teman seusianya. Pubertas dini pada anak juga dapat membuat anak tidak percaya diri, malu, stres karena merasa berbeda dengan teman-temannya. Kondisi ini dapat meningkat risiko depresi.

Anak yang mengalami pubertas dini akan tumbuh lebih cepat sehingga terlihat lebih tinggi dari anak-anak sebayanya.

Namun, hal ini menyebabkan tulangnya menjadi cepat matang dan berhenti bertumbuh sebelum waktunya.

Baca juga: Cek 5 Beasiswa S1-S3 Luar Negeri dengan Fasilitas Asrama Gratis

Akibatnya, tubuh anak akan menjadi lebih pendek ketika dia dewasa nanti. Anas menekankan, pubertas dini yang dipicu oleh obesitas dapat dihindari.

"Menurunkan paparan krim atau salep yang mengandung hormon tertentu juga dapat memicu terjadinya pubertas dini," pungkas Anas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com