Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UMM: Harusnya Seperti Ini Perbaikan Jalan yang Tepat

Kompas.com - 16/05/2023, 08:47 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengunjungi daerah Provinsi Lampung. Tujuannya untuk meninjau kondisi jalan yang rusak parah di wilayah tersebut.

Karena presiden hendak ke Lampung, pemerintah provinsi setempat kemudian langsung melakukan perbaikan jalan.

Hanya saja, apakah membangun sebuah ruas jalan dengan cara cepat bisa awet dan bagus hasilnya?

Terkait hal itu, Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ir. Alik Ansyori Alamsyah, M.T., memberikan penjelasan.

Baca juga: Dosen UMM: Penghapusan Calistung Masuk SD Jadi Hal yang Baik

Menurutnya, sebelum memperbaiki jalan, pemerintah harus melihat berbagai aspek. Misalnya saja lalu lintas harian rata-rata (LHR), daya dukung tanah, hingga beban repetisi dari jalan tersebut.

"Saya ambil contoh Lampung. Seperti yang kita lihat, kendaraan yang melintasi jalan di sana rata-rata adalah kendaraan berat, sehingga saya kira tidak bisa membangun ulang jalan dalam waktu yang cepat," ujarnya dikutip dari laman UMM, Senin (15/5/2023).

Meski demikian dalam prakteknya, perencanaan pembangunan jalan tidak bisa sesederhana itu. Pemerintah harus mengetahui beban repetisi jalan yang akan dibangun sebelum menentukan ketebalan jalan.

Adapun beban repetisi adalah hitungan pengulanan beban per-harinya dari sebuah jalan.

Ia menjelaskan, jalan di Lampung tidak begitu cocok menggunakan fleksibel pavement, yaitu pengerasan dengan campuran aspal sebagai lapis permukaan tanah dan bahan berbutir sebagai pelapis bawah.

Maka dari itu, ia menyarankan agar pembangunan itu menggunakan rigid pavement (kekerasan kaku).

Baca juga: Dosen Fikes UMM: Nasi Dimasak Magic Com Tidak Bahaya

Berbeda dengan fleksibel pavement, rigid pavement menggunakan pelapis semen sebagai bahan pengikatnya dan pelat beton yang diletakkan di bagian bawah sebagai bahan alasnya.

"Jadi bentuknya seperti cor. Meski demikian, hal ini harus mempertimbangkan ketebalannya, berapa dan data lalu lintas kendaraan perharinya," jelasnya.

Adapun LHR memiliki peran penting untuk usia jalan yang dibangun. Biasanya umur rencana dari rigid pavement bisa bertahan hingga 20 tahun, berbeda dengan fleksibel pavement yang harus dirawat sekitar 3-4 tahun sekali.

Namun demikian, tiap pilihan jenis jalan memiliki kekurangan dan kelebihan.

Kekurangan dari rigid pavement adalah modal awal yang cukup besar untuk membangun ruas jalan yang sedikit. Sementara itu, fleksibel pavement membutuhkan modal lebih kecil.

"Pembangunan dengan jenis rigid pavement juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tapi lebih awet," kata dia.

"Saya rasa 3-4 bulan saja tidak akan selesai karena harus memperbaiki pondasinya. Artinya juga harus tahu daya dukung tanah terkait," imbuhnya.

Selain itu, Alik mengatakan bahwa perbaikan jalan trans bukan hanya tanggung jawab daerah, tapi juga ada campur tangan pemerintah pusat.

Baca juga: Anak Ikut UTBK di UMM, Ortu Diajak Keliling Kampus Naik Mobil Golf

Hal itu tak lepas dari kenyataan bahwa jalan trans adalah milik negara, sehingga perawatan dan pembangunan juga harus dari negara secara langsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com