Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UM Surabaya: Ini Dampak dan Cara Mangatasi Body Shaming

Kompas.com - 16/05/2023, 12:39 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Saat ini, perilaku body shaming atau menghina penampilan fisik seseorang sering terjadi. Bahkan juga bisa terjadi di dunia maya.

Dari media sosial banyak dijumpai perilaku tersebut. Tentu, hal itu sangat mengganggu bagi orang yang dihina.

Bahkan dampaknya bisa sangat berbahaya jika sudah sangat parah. Seperti mengalami depresi hingga berakhir pada kematian.

Menurut Marini selaku Dosen Psikologi UM Surabaya, body shaming adalah tindakan merendahkan, mengkritik, atau mengejek penampilan fisik seseorang.

Baca juga: Beasiswa Kader UM Surabaya, Bebas Biaya Pendidikan hingga Uang Gedung

Hal ini terjadi karena seseorang cenderung membandingkan standar atau norma yang berlaku di sosial masyarakat.

Body shaming dapat terjadi baik secara langsung, misalnya komentar yang ditujukan secara langsung kepada seseorang.

Maupun secara tidak langsung, misalnya lewat komentar di media sosial atau tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis.

Ditujukan untuk aspek penampilan fisik

Ia menjelaskan, body shaming ditujukan untuk aspek penampilan fisik, seperti berat badan, ukuran tubuh, bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah, atau bagian tubuh lainnya.

Ini bisa berupa komentar yang merendahkan atau ejekan terhadap tubuh seseorang, penilaian negatif tentang penampilan seseorang, atau pembandingan dengan standar yang tidak realistis.

Dalam psikologi sosial, hal ini terjadi karena penilaian sosial terhadap penampilan fisik mempengaruhi persepsi individu terhadap diri mereka sendiri atau orang lain.

Baca juga: Ini Biaya Kuliah Jurusan DKV UM Surabaya

Hal ini mencakup stigma sosial, di mana individu yang tidak memenuhi standar kecantikan yang dihargai oleh masyarakat dapat mengalami diskriminasi dan pengucilan, seperti yang terjadi dalam body shaming.

"Dampak dari body shaming bisa berakibat fatal, mulai rasa kurang percaya diri, rendah diri, yang lebih dalam lagi bisa mengakibatkan depresi dan kematian," ujarnya dikutip dari laman UM Surabaya, Selasa (16/5/2023).

Untuk gangguan mental bisa timbul rasa cemas dan depresi. Body shaming dapat menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi dan gejala depresi.

Ia mengatakan, individu yang secara terus-menerus dikritik atau diejek tentang penampilan fisik, mereka cenderung mengembangkan rasa cemas, perasaan malu yang berkelanjutan, dan bisa rentan terhadap gangguan kecemasan atau depresi.

Cara mengatasi body shaming

Karena itu, ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan mental karena body shaming, yakni:

1. Jauhkan diri dari lingkungan atau orang-orang yang memperkuat body shaming.

2. Fokus pada kelebihan seperti bakat, keterampilan dan pencapaian yang non-fisik.

3. Temukan individu atau kelompok yang dapat menjadi sumber dukungan dan pemahaman.

4. Bergabunglah dengan komunitas online atau offline yang mendukung citra tubuh positif dan saling menguatkan.

"Jadi, mengatasi body shaming adalah proses yang membutuhkan waktu dan upaya. Ingatlah bahwa seseorang berhak untuk merasa nyaman dan menerima diri sendiri dengan penuh kasih sayang," terangnya.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini Penyebab Gigi Karies dan 3 Cara Mengatasinya

Karena itu, jika mengalami body shaming, konsultasikan dengan profesional jika merasa dampak body shaming sangat berat. Atau mempengaruhi kesejahteraan secara signifikan,

"Pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional, seperti psikolog atau konselor," tandas Marini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com