KOMPAS.com - Perilaku body shaming atau menghina penampilan fisik orang lain seringkali menjadi perhatian di masyarakat.
Pasalnya, di era sekarang ini body shaming sering terjadi di kehidupan sehari-hari, bahkan sangat mudah ditemui di media sosial.
Dosen Psikologi UM Surabaya, Marini menjelaskan, body shaming adalah tindakan merendahkan, mengkritik atau mengejek penampilan fisik seseorang.
Baca juga: Ditemani Ibu, Naufal Tetap Ikut UTBK 2023 Meski Jantungnya Komplikasi
Hal ini terjadi karena seseorang cenderung membandingkan standart atau norma yang berlaku di sosial masyarakat.
"Body shaming dapat terjadi baik secara langsung misalnya, komentar yang ditujukan secara langsung kepada seseorang maupun secara tidak langsung misalnya, lewat komentar di media sosial atau tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis," kata dia mengutip laman UM Surabaya, Selasa (16/5/2023).
Menurutnya, body shaming ditujukan untuk aspek penampilan fisik, seperti berat badan, ukuran tubuh, bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah, atau bagian tubuh lainnya.
"Ini bisa berupa komentar yang merendahkan atau ejekan terhadap tubuh seseorang, penilaian negatif tentang penampilan seseorang, atau pembandingan dengan standar yang tidak realistis," jelas dia.
Dia menjelaskan, dalam psikologi sosial, hal ini terjadi karena penilaian sosial terhadap penampilan fisik mempengaruhi persepsi individu terhadap diri mereka sendiri atau orang lain.
Hal ini mencakup stigma sosial, di mana individu yang tidak memenuhi standar kecantikan yang dihargai oleh masyarakat dapat mengalami diskriminasi dan pengucilan, seperti yang terjadi dalam body shaming.
"Dampak dari body shaming bisa berakibat fatal, mulai rasa kurang percaya diri, rendah diri, yang lebih dalam lagi bisa mengakibatkan depresi dan kematian," tegas dia.
Baca juga: Mahasiswa, Ini Kisah Jatuh Bangun Pemilik BCA dan Djarum Jalani Bisnis
Gangguan mental tersebut seperti timbulnya kecemasan dan depresi. Body shaming dapat menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi dan gejala depresi.
Marini mengatakan, individu yang secara terus-menerus dikritik atau diejek tentang penampilan fisik mereka cenderung mengembangkan rasa cemas, perasaan malu yang berkelanjutan, dan bisa rentan terhadap gangguan kecemasan atau depresi.
Dia menjelaskan beberapa cara untuk mengatasi hal ini.
Pertama, menjauhkan diri dari lingkungan atau orang-orang yang memperkuat body shaming.
Kedua, fokus pada kelebihan seperti, bakat, keterampilan, dan pencapaian yang non-fisik.
Baca juga: Jadwal Lengkap UTBK SNBT 2023 Gelombang II, Cek di Sini
Ketiga, temukan individu atau kelompok yang dapat menjadi sumber dukungan dan pemahaman.
"Bergabunglah dengan komunitas online atau offline yang mendukung citra tubuh positif dan saling menguatkan," ungkap dia.
Mengatasi body shaming adalah proses yang membutuhkan waktu dan upaya. Ingatlah bahwa seseorang berhak untuk merasa nyaman dan menerima diri sendiri dengan penuh kasih sayang.
"Konsultasikan dengan profesional jika merasa dampak body shaming sangat berat atau mempengaruhi kesejahteraan secara signifikan, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional, seperti psikolog atau konselor," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.