Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UMM: Ini Tips Menyekolahkan Anak ke Pesantren

Kompas.com - 29/07/2023, 11:55 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Orangtua pasti ingin menyekolahkan anaknya di tempat terbaik. Tapi, ada pula yang ingin anaknya sekolah di pesantren.

Tentu, jika sekolah di pesantren anak bisa dapat pendidikan yang holistik, mulai dari sisi keilmuan, agama, hingga adab dan etika.

Selain itu, terpaan era digital juga menjadi alasan para orangtua was-was dengan masa depan anaknya. Apalagi jika sampai masuk ke pergaulan bebas.

Terkait hal itu, Dosen Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ahmad Fatoni, Lc., M.Ag., memberikan penjelasan.

Baca juga: 5 Tips Membuat Bekal Sehat untuk Anak Sekolah

Ia mengatakan, pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Keterikatannya juga sangat kuat karena memiliki kotribusi bagi sumber daya manusia di Indonesia. Utamanya, dari segi akidah maupun akhlak.

"Di Kementerian Agama sendiri tercatat ada lebih dari lima ribu pesantren yang berada di Jawa Timur. Belum lagi di daerah lain," ujarnya, dikutip dari laman UMM, Sabtu (22/7/2023).

Tips menyekolahkan anak ke pesantren

Ia menjelaskan, ada tiga pertimbangan yang dapat digunakan orangtua maupun calon santri saat memilih pesantren, yakni:

1. Menetapkan tujuan anak atau calon santri

Jika ingin menjadi penghafal Alquran maka carilah pesantren yang memiliki program hafalan di dalamnya.

Kemudian jika bertujuan menjadi pakar ilmu agama, misalnya literatur keislaman klasih, maka bisa mencari pesantren yang menyediakan sistem pembelajaran berdasarkan kitab kuning atau gundul.

Jika tujuannya adalah ingin anak menjadi calon intektual ulama, maka carilah pesantren yang memadukan antara pendidikan kepesantrenan dengan pendidikan formal.

Baca juga: Guru Besar UMM: Sistem Zonasi Sekolah Tujuannya Bagus

"Biasanya pesantren terkait mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama khas pesantren," katanya.

2. Menentukan model yang diinginkan

Adapun secara umum pesantren dibagi menjadi dua, yakni tradisional dan modern. Tradisional atau salafi biasanya menekankan pada kitab-kitab kuning atau kitab gundul.

Bahkan model pesantren ini melarang santrinya untuk mengenyam pendidikan formal supaya lebih fokus menguasai kitab-kitab.

Jika santri ingin mendapatkan pendidikan formal, biasanya santri diminta mencari di luar pesantren.

3. Model modern

Di sini santri tidak hanya belajar ilmu keislaman saja namun juga diajarkan ilmu-ilmu umum tentang teknologi maupun bahasa. Dalam kata lain, model modern ini tidak hanya menitikberatkan untuk belajar kitab-kitab kuning saja.

Usai menetapkan tujuan dan model pesantren, orangtua atau calon santri harus melihat rekam jejak dari pesantren yang akan dipilih.

"Misalnya dengan melihat alumni yang ada. Apakah banyak yang berhasil atau sukses dan mampu bermanfaat bagi masyarakat," terangnya.

Fatoni juga mengingatkan, menurutnya kunci sukses sebuah pesantren adalah:

1. Sistem belajarnya.

2. Kualitas alumni.

3. Kiprah pimpinan pondok serta jasanya di masyarakat.

Baca juga: Pro Kontra Wisuda TK-SMA, Psikolog Sekolah Cikal Sampaikan Pandangan Ini

Jika pesantren itu baru dan belum memiliki alumni, orangtua bisa datang langsung ke lokasi untuk mengecek dan observasi. Melihat secara langsung, apakah pesantren tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com