KOMPAS.com - Masih banyak kasus bullying atau perundungan yang dialami siswa di Indonesia. Kerugian akibat perundungan tidak hanya dialami korban dan pelaku, sekolah juga mengalami kerugian karena dianggap belum bisa mengatasi perundungan.
Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Bayu Hendro Wicaksono berpendapat, jika kasus perundungan semakin meningkat, maka akan terjadi ancaman kemunduran pendidikan.
Baca juga: 5 Hal yang Bisa Dilakukan Guru untuk Cegah Bullying di Sekolah
Menurutnya, kasus tersebut secara langsung mengafirmasi bahwa saat ini masih ada kelompok yang kurang memahami komunikasi budaya yang tepat.
Parahnya, perundungan seringkali hanya terlihat seperti candaan sehari-hari yang diucapkan kepada teman sebaya. Namun sayangnya, tindakan sederhana tersebut dapat menimbulkan dampak serius.
"Korban perundungan bisa mengalami luka psikis atau emosional yang menyakitkan. Dampak ini bisa berlangsung lama karena mempengaruhi ingatan jangka panjang mereka," kata dia, dilansir dari rilis UMM.
Menurut Bayu, upaya pencegahan perundungan siswa SD, SMP, sampai SMA bisa dimulai dengan meningkatkan iklim sekolah serta melibatkan guru-guru sebagai contoh komunikasi positif.
Di samping itu, penegakan aturan juga harus tegas tanpa menambah tekanan siswa.
Ada pula beberapa aspek yang harus menjadi fokus utama sekolah dalam mengurangi kasus bullying. Pertama, pendidikan komunikatif dan kolaboratif yang dapat diintegrasikan dalam kurikulum.
Hal ini dilakukan untuk mengenalkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana berkomunikasi dengan efektif.
Baca juga: Jenis Kekerasan Seksual Menurut Permendikbud 30
Kedua, siswa bisa diajak berpikir kritis. Dengan begitu bisa membentuk pola pikir yang sehat.
“Siswa diajarkan untuk tidak mudah menerima informasi begitu saja, tetapi mampu menganalisis informasi dan memahami berbagai perspektif sebelum membuat keputusan,” tambah dosen Program Studi Bahasa Inggris tersebut.
Bayu juga menyoroti pentingnya menerapkan konsep sekolah ramah anak yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Sayangnya, banyak sekolah yang belum menerapkannya dengan masif.
Menurutnya, kurikulum pendidikan kini semakin detail, jumlah mata pelajaran bertambah, dan tekanan nilai belajar meningkat. Akibatnya, beban siswa pun semakin besar.
Ia juga mengatakan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung, bukan hanya dari segi akademik, tetapi juga dari segi kesejahteraan fisik dan mental siswanya.
“Melalui hal ini sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan produktif. Kemudian mampu mengarah pada perkembangan yang sehat bagi setiap siswa,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.