KOMPAS.com - Direktur The Southeast Asian Ministers of Education Organization
SEAMEO CECCEP, Prof Vina Adriany mengatakan, dunia pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia masih menghadapi tantangan yang harus diselesaikan.
Salah satu tantangan yang harus diselesaikan menurut Prof Vina adalah posisi sekolah PAUD yang belum masuk dalam sistem wajib belajar.
“Pendidikan anak usia dini bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh negara-negara di Asia Tenggara, ini belum masuk menjadi bagian dari pendidikan wajib,” kata Vina di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Senin (12/11/2023).
Baca juga: Kemendikbud: Pencapaian Kurikulum Merdeka Bisa Terlihat pada PISA 2025
Menurut Prof Vina, mengikuti kelas Paud sangat penting bagi perkembangan anak di masa depan, seperti membuat anak menjadi lebih siap masuk sekolah dasar.
Anak menjadi lebih mudah bersosialisasi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hingga menjadi lebih matang dalam aspek emosional.
“Kalau kita berbicara anak ada perkembangan sosial, perkembangan emosi dan itu juga tidak kalah pentingnya,” ujarnya.
Prof Vina juga melihat bahwa PAUD memiliki dampak jangka panjang untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih berkembang mulai dari aspek ekonomi hingga sumber daya manusia.
Oleh karena itu, Prof Vina berharap kedepannya Paud di Indonesia bisa lebih berkembang dan diperbaiki kualitasnya.
Baca juga: 11 Beasiswa S1-S3 Jerman 2024 Tanpa Syarat IELTS, Bisa Kuliah Gratis
“Dampak-dampak ini yang menurut saya barangkali perlu menjadi pesan penting mengapa Paud harus diwajibkan,” tutur Prof Vina Andriany.
Selain masalah setara PAUD yang belum masuk dalam sistem wajib belajar, Prof Vina juga melihat masih adanya ketidaksetaraan dalam dunia PAUD.
Kata Prof Vina, kebanyakan PAUD di Indonesia tidak berstatus sekolah negeri dan cenderung masih mendominasi pihak swasta dan partisipasi masyarakat.
“Dari sejumlah PAUD yang ada di Indonesia itu hanya 2 persen saja yang merupakan TK negeri artinya sisanya masih didominasi oleh partisipasi masyarakat dan pihak swasta,” ungkapnya.
Hal tersebut, lanjut Prof Vina, menyebabkan adanya ketidaksetaraan mulai dari masalah pemerataan akses sekolah Paud hingga kualitas pembelajaran.
“Kapasitas finansial yang mampu mereka (PAUD swasta) bisa menyelenggarakan PAUD yang berkualitas, namun di satu sisi biayanya menjadi cukup mahal dan teraksesnya hanya oleh sebagian masyarakat,” ujarnya.
“Dan di sisi masyarakat lain yang memiliki kapasitas yang terbatas mereka hanya bisa menyediakan layanan PAUD yang apa ada,” ucap Prof Vina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.