KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Enny Nurbaningsih dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Kamis (14/12/2023).
Dalam pidatonya, Prof Enny mengungkap beberapa persoalan yang muncul dalam merencanakan legislasi untuk merealisasikan visi Indonesia.
Menurut Prof Enny, pada Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memang telah mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Baca juga: Kisah Prama, Guru Besar Termuda di UGM pada Usia 35 Tahun
Namun, sebenarnya tetap ada yang harus ditambahkan dalam proses pembentukan legislasi yakni harus menggunakan metode yang jelas dan terukur sama seperti yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2022.
Meski demikian, pada UU tersebut tidak terdapat norma pasal, melainkan dalam lampiran menghendaki setiap UU adanya penyusunan naskah akademik.
"Naskah akademik yang disusun tersebut harus terlebih dahulu diawali dengan adanya perencanaan legislasi yang esensinya memuat kajian mengenai latar belakang dan tujuan penyusunan suatu undang-undang," kata Prof Enny dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (14/12/2023).
Prof Enny melanjutkan, mandat dari UU Nomor 13 Tahun 2022 disebutkan sejak awal proses penyusunan UU sudah harus ditentukan metode yang akan digunakan.
Sayangnya, lanjut Prof Enny, hal itu tidak mudah bagi pembentuk UU untuk membiasakan menggunakan metode pembuatan naskah akademik yang erat kaitannya dengan metode riset.
Baca juga: UGM dan UI Masuk 10 Besar Instagram University Ranking 2023 UniRank
"Oleh karena itu, sebaiknya perguruan tinggi dapat berkontribusi menjadi centre of good regulatory practices," ujarnya
Selanjutnya, tambah Prof Enny, yang perlu segera dilakukan Indonesia adalah menyelenggarakan proses pemantauan dan peninjauan yang berbasis analisis dan evaluasi dengan pedoman yang pasti, baku dan standar sehingga dapat digunakan hingga di tingkat daerah.
Menurut Prof Enny, melalui mekanisme ini, produk hukum yang merupakan amanat reformasi atau produk hukum masa kolonial dapat dituntaskan pembentukan atau pembaharuannya.
Salah satu cara penuntasan tersebut dengan menggunakan metode Omnibus, namun tetap harus difokuskan penggunaannya pada isu-isu sejenis sehingga pola pengklasterannya mudah untuk dipahami dan dilaksanakan.
"Untuk itu perlu dikaji kembali pengaturan metode tersebut secara komprehensif sehingga secara teknis substansial dapat dengan mudah diterapkan," ucap Prof Enny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.