KOMPAS.com - Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang menghalangi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan layak dan kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Untuk mengatasi masalah ini, Wahana Visi Indonesia (WVI) sebagai organisasi kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak, meluncurkan kampanye “Hope, Joy, Justice for All Children” di Jakarta Selatan, pada Kamis (19/12/2024).
Kampanye ini mengajak masyarakat untuk bergabung menjadi Sponsor Anak, program yang memberikan dukungan finansial serta aktivitas kepada anak-anak daerah dampingan (WVI).
Dengan menjadi Sponsor Anak, masyarakat dapat membantu anak dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dan meraih masa depan sesuai apa yang diharapkan, tanpa memisahkan mereka dari orang tua.
“Dengan menjadi sponsor, seorang sponsor bisa mengikuti perjalanan dari sejak ia mensponsori anak, sampai anak itu kemudian menjadi manusia dewasa dan bisa membagikan perjalanan hidupnya menjadi orang yang berhasil dan menginspirasi banyak orang,” ujar Asteria Aritonang, Resource Development & Communication Director WVI dalam acara peluncuran kampanye Hope, Joy, and Justice for All Children.
Dewi Makes, selaku Hope Ambassadors dan Sponsor Anak WVI menuturkan bahwa dengan menjadi sponsor, ia menyadari betapa pentingnya berbagi kepada yang membutuhkan, terutama anak-anak sebagai penerus bangsa.
Baca juga: Riset WVI: Siswa Berpotensi Alami Kekerasan di Satuan Pendidikan
“Pada saat berkunjung ke daerah bimbingan WVI, itu kita benar-benar merasakan apa yang dirasakan oleh mereka, sehingga kita sebagai sponsor anak benar-benar memahami bagaimana kehidupan mereka. Kita harus menyalurkan apa yang kita punya kepada orang yang lebih memerlukan. Itulah himbauan agar kita bisa menjadi saluran berkat,” ungkapnya.
Acara peluncuran “Hope, Joy, and Justice for All Children” menghadirkan 3 anak dampingan yang mewakili semangat dari kampanye ini, yaitu Andini dari Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menyuarakan Harapan (Hope), Marselus dari Sintang, Kalimantan Barat yang menyuarakan Sukacita (Joy), dan Karin dari Asmat, Papua Selatan, yang menyuarakan Keadilan (Justice).
Baca juga: Mendikdasmen: Guru Tidak Lagi Harus Mengajar 24 Jam Seminggu di Kelas
Dalam sesinya, Andini menceritakan perjuangan untuk mengakses pendidikan di tempat tinggalnya, Nagekeo, NTT.
“Rumah saya yang paling jauh di kampung. Setiap ke sekolah saya harus berjalan kaki 1 sampai 2 jam untuk sampai ke sekolah. Saya sudah menjadi Anak Sponsor selama 9 tahun dan merasa sangat bersyukur untuk Sponsor saya. Berkat mereka saya bisa punya pendidikan yang baik, dan jadi punya harapan untuk masa depan saya dan keluarga saya,” cerita Andini.
Marselus, anak dampingan WVI dari Sintang, Kalimantan Barat juga membagikan perjuangannya dalam mengembalikan keceriaan dan bangkit dari keterpurukan masa lalu.
“Ibu saya meninggal saat saya berusia 11 tahun. Saya tumbuh tanpa kepercayaan diri. Sejak jadi anak sponsor di WVI saya terlibat di banyak kegiatan bersama Forum Anak di daerah saya. Saya bersukacita bisa menemukan wadah aktualisasi diri dan bisa punya banyak kenalan dari situ. Pelan-pelan kepercayaan diri saya juga meningkat,” jelasnya.
Berasal dari tempat yang paling jauh dibanding 2 rekannya yakni Asmat, Papua, Karin turut membagikan permasalahan yang dihadapi olehnya dan teman-teman di daerahnya.
“Saya menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak di daerah saya hidup tanpa rasa aman. Masih banyak anak-anak dari daerah saya yang menghirup lem karena mereka tidak punya akses hiburan yang terjangkau. Saya berharap saya dan teman-teman saya di Asmat bisa secara adil mendapat hak-hak kami sebagai anak-anak,” tutur Karin.
Setiap anak berhak memiliki harapan, merayakan sukacita, dan memperjuangkan keadilan.
Baca juga: Indonesia Tidak Bisa Hanya Andalkan Pendidikan Formal untuk Maju
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.