Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seminar Nasional BEM UMJ Dorong Penegakan Hukum Lebih Efektif dan Adil

Kompas.com - 02/03/2025, 10:09 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bersama para akademisi dan praktisi hukum menyoroti pentingnya sinergi antara penyidik dan penuntut umum guna mewujudkan proses penegakan hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.

Akademisi dan praktisi menilai, koordinasi antara penyidik dan penuntut umum masih menjadi tantangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan adanya pembaruan Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), diharapkan mekanisme koordinasi antar-institusi dapat lebih terstruktur, sehingga meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI periode 2016-2020, Andrean H. Poeloengan, menilai bahwa pembaruan KUHAP harus mempertimbangkan keseimbangan antara kewenangan penyidik dan penuntut umum.

Baca juga: Tepis Stigma Generasi Stroberi, Siswa BINUS SCHOOL Serpong Buktikan Ketangguhan dengan School Production

“Koordinasi yang lebih erat antara kedua pihak sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang-tindih kewenangan yang dapat menghambat efektivitas penyelesaian perkara pidana,” ujarnya dalam seminar yang diadakan, Jumat (28/2/2025) di Jakarta.

Sementara itu, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Alfitra menjelaskan bahwa sebelum adanya kekuasaan sentral yang berwenang dalam tugas peradilan, penuntutan dilakukan secara perseorangan oleh pihak yang dirugikan.

Model accusatoir murni ini, menurutnya, menyatukan proses pidana dan perdata dalam satu mekanisme.

"Penuntutan kesalahan seseorang menjadi sulit karena yang bersangkutan memperoleh kesempatan menghilangkan barang bukti. Kerap kali tuntutan pidana tidak dilakukan karena adanya rasa takut terhadap pembalasan dendam atau ketidakmampuan mengungkapkan kebenaran. Oleh karena itu, tuntutan pidana kemudian diserahkan kepada badan negara khusus yang disebut Openbaar Ministerie sebagai Penuntut Umum. Sejak saat itu, tuntutan pidana tidak lagi menjadi persoalan pribadi, tetapi menjadi persoalan kepentingan umum," jelas Alfitra.

Di sisi lain, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UMJ, Chairul Huda menegaskan ketidaksetujuannya terhadap gagasan yang menempatkan jaksa sebagai penuntut umum sekaligus penyidik.

Baca juga: Kerja Sama Kemendikti-LPDP, Anggaran Rp 2 Triliun untuk Program Beasiswa

Menurutnya, pemisahan tugas antara penyidik dan penuntut umum harus tetap dijaga demi memastikan adanya mekanisme check and balance dalam sistem peradilan pidana.

Chairul Huda juga menjelaskan konsep dominus litis, yang menunjukkan bahwa penuntut umum memonopoli penuntutan dan menjalankannya berdasarkan asas oportunitas. Selain itu, penuntut umum memiliki kewenangan untuk menyaring perkara sebelum diajukan ke pengadilan.

"Penuntut umum perlu menyaring perkara berdasarkan klasifikasi individu dan kepentingan umum. Yang paling penting dalam proses penuntutan adalah apakah ada kepentingan umum yang harus diperjuangkan. Namanya juga penuntut umum, maka harus melihat kepentingan umum dalam setiap perkara," tegas Chairul.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa konsep dominus litis juga memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Artinya, tidak semua perkara harus dibawa ke persidangan.

"Perkara yang diajukan ke pengadilan mestinya yang memiliki bukti kuat, sehingga tidak terlalu banyak perkara yang menumpuk di pengadilan," tambahnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau