Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1.000 Mahasiswa Peraih Bidikmisi Berkomitmen Jadi Generasi Emas

Kompas.com - 28/02/2014, 10:13 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com — Lebih dari seribu mahasiswa berprestasi dari keluarga tidak mampu yang menerima Bidikmisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berkumpul selama tiga hari, sejak Rabu (26/2/2014) sampai Jumat (28/2/2014) di Jakarta. Selain silaturahim, mereka dijadwalkan membuat forum komunikasi antar-mereka.

Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dirjen Dikti Kemendikbud. Menurut Illah Sailah, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud, pertemuan ini dijadwalkan sebagai kegiatan dua tahunan.

Digelar pertama kali pada 2012 lalu, tahun ini adalah pelaksanaan kedua diadakan. Kali ini pertemuan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan kuliah umum dan pengarahan.

"Presiden ingin melihat dan berdialog langsung dengan para penerima Bidikmisi karena tahun ini sudah ada di antara mereka yang lulus, dan bahkan memperoleh predikat cumlaude," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, di Jakarta, Jumat (28/2/2014).

Sementara itu, lanjut Sailah, gagasan mengadakan silaturahim ini tidak lain didorong oleh keinginan para penerima Bidikmisi agar mereka memiliki forum untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dari berbagai perguruan tinggi.

"Kami telah mengundang lebih dari 1.000 peserta, di antaranya memiliki indeks prestasi lebih dari 3,5, para penerima yang sudah lulus dengan predikat cumlaude, dan prestasi nonakademik lainnya," kata Sailah.

Kuliah gratis

Adapun program Bidikmisi diluncurkan Kemendikbud pada 2010 dalam kerangka penyusunan program seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu ke-2. Program beasiswa ini diperuntukkan bagi lulusan SMA/SMK/MA dari keluarga tidak mampu untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, tanpa biaya sampai lulus, dan selama kuliah mendapatkan uang saku atau biaya hidup.

Bidikmisi telah memberikan kepastian kepada para lulusan SMA/SMK/MA dari keluarga tidak mampu secara ekonomi untuk bisa kuliah dengan gratis. Sampai 2013 lalu, total jumlah penerima Bidikmisi di berbagai perguruan tinggi mencapai 140.180 mahasiswa, yang 9.513 di antaranya di perguruan tinggi swasta dan telah dimulai sejak 2012, serta tersebar di 98 PTN dan 590 PTS.

Awalnya, Bidikmisi hanya sebatas peraturan menteri yang harus dilaksanakan oleh PTN. Namun, hal itu kemudian berubah menjadi peraturan pemerintah, dan kini ditingkatkan menjadi UU.
Artinya, jika sebelumnya hanya bersifat dukungan kebijakan yang ada pada tingkat menteri, lalu kini ditingkatkan menjadi kebijakan pemerintah, maka dengan masuknya kebijakan itu dalam UU No 12 Pasal 74 Ayat 1, Bidikmisi kini menjadi tanggung jawab negara.

Karena itulah, kekhawatiran Bidikmisi tidak akan dilanjutkan, mengingat menterinya telah berganti, demikian juga dengan presiden, rasanya tidak beralasan. Dengan UU No. 12 itu, Bidikmisi telah memiliki payung hukum yang kuat dan beralih dari hanya sekadar tanggung jawab menteri (Permen) dan tanggung jawab presiden (PP), menjadi tanggung jawab negara (UU).

Mendikbud menjelaskan, Bidikmisi adalah program mulia yang tidak ada penolakan sedikit pun dari masyarakat atas program ini. Dengan moto memutus mata rantai kemiskinan, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menolak dan menghalangi program ini.

"Sejatinya, program ini sangat mulia, yang menjadi cita-cita luhur terbentuknya sebuah negara: memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat," ujar Mendikbud. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com