Dalam sebuah training seorang karyawan muda bertanya pada saya, ”Saya sadar betul bahwa saya harus bekerja dan belajar giat untuk masa depan saya. Tapi sulit sekali menjaga semangat untuk konsisten berusaha. Bagaimana caranya menaikkan semangat saat semangat kita turun atau kurang?”
Kepada karyawan baru tadi saya tanya, berapa gajimu sekarang? Blak-blakan saja, tidak jauh dari gaji UMK. Beda tipis.
Berapa kenaikan berkala yang bisa kamu harapkan setiap tahun? Tidak banyak. Padahal tuntutan kebutuhan hidup meningkat terus setiap tahun.
Di masa depan kamu harus menikah. Untuk itu kamu perlu biaya, baik untuk pernikahannya maupun untuk hidup setelah itu. Tanggungan kamu bertambah. Belum lagi kalau nanti punya anak.
Sekali lagi, tanpa kamu menaikkan gaya hidup pun tuntutan kebutuhan akan selalu naik. Jadi ingatlah bahwa bekerja keras adalah satu-satunya pilihan. Kita tidak punya pilihan lain.
Hidup itu seperti mendaki tanjakan. Kita tidak suka dengan tanjakan itu, karena mendakinya melelahkan. Tapi kalau kita berdiri saja di tanjakan itu pun, kita juga lelah.
Jadi tidak ada pilihan lain kecuali mendaki, dan mendaki dengan giat, hingga kita bisa mencapai suatu titik di mana kita bisa beristirahat. Kalau kita sudah di puncak, kita bisa beristirahat dengan lebih tenang.
Jadi bagaimana cara menaikkan semangat? Dengan menatap ke puncak. Dengan mengingat-ingat bahwa di depan sana ada tujuan, bila kita sampai di sana maka segala ketidaknyamanan sekarang akan berakhir.
Apa yang mematahkan semangat kita? Kenikmatan sesaat atau kenikmatan instan. Santai bermalas-malasan, atau kumpul-kumpul tanpa tujuan adalah kenikmatan yang menggoda, sedangkan kerja keras adalah siksaan.
Tapi sebenarnya santai terus menerus juga bukan sesuatu yang nikmat. Pada dasarnya manusia akan bosan bila ia melakukan hal yang sama terus menerus. Maka yang perlu dilakukan adalah membuat selingan.
Lakukan hal-hal yang kita sukai, tapi batasi diri. Beri jatah bagi diri kita, berapa lama kita boleh melakukan hal itu. Segera hentikan, lalu kembali pada kewajiban kita. Selesaikan kewajiban kita, kemudian nikmati kembali hak kita untuk santai.
Yakinlah bahwa santai setelah kita menyelesaikan kewajiban jauh lebih nikmat daripada santai terus menerus, atau santai sambil khawatir soal kewajiban kita yang masih terbengkalai.
Jadi kuncinya terletak pada ketegasan kita pada diri sendiri untuk tidak berlarut-larut dalam kenikmatan instan yang membuat lalai.
Menciptakan selingan penting untuk menjaga energi kita. Saat kita sedang jenuh, cobalah berhenti sejenak untuk bersantai. Atau, kerjakan hal lain yang juga merupakan tugas kita, tapi berbeda dengan yang saat ini membuat kita jenuh. Dengan begitu kita bisa sedikit lepas dari beban, tapi tetap tidak meninggalkan tugas atau kewajiban.
Cara lain, carilah bagian yang mudah pada pekerjaan itu untuk kita kerjakan pada saat-saat jenuh.