Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembuktian Terbalik Harta Pegawai Pajak

Kompas.com - 29/03/2010, 03:13 WIB

Jakarta, Kompas - Meski Gayus HP Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yang terkait kasus makelar kasus di Kepolisian Negara Republik Indonesia diduga melarikan diri ke luar negeri, bukan berarti tak ada yang bisa dipetik dari kasus itu. Bahkan, belajar dari perkara Gayus, perlu dipikirkan pemeriksaan kekayaan dan pemberlakuan pembuktian terbalik untuk harta pegawai perpajakan dan penegak hukum lainnya.

Gayus, pegawai negeri sipil di Ditjen Pajak, yang baru bergolongan IIIA, setara dengan sarjana yang baru diangkat sebagai pegawai negeri, memiliki kekayaan yang melimpah. Bahkan, di rekeningnya, yang menjadi bukti adanya makelar kasus di Polri, sempat ada dana Rp 25 miliar.

Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana di Jakarta, Minggu (28/3), mengungkapkan, kasus Gayus menjadi momentum untuk perbaikan mendasar lembaga penegak hukum dan aparat pajak. Perbaikan mendasar itu, antara lain, dengan pengkajian gaya hidup aparat penegak hukum dan pegawai pajak serta memperketat sistem pengawasan internal.

”Perlu didorong langkah pelaporan harta kekayaan penegak hukum dan pegawai pajak serta pemberlakuan ketentuan pembuktian terbalik sebagai tindak lanjut dari pelaporan harta kekayaan itu,” tutur Deny.

Secara terpisah, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, Minggu, Indriyanto Seno Adji mengingatkan, kasus Gayus mencerminkan bahwa penghasilan yang tinggi, sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang dilakukan di Kementerian Keuangan, tidak menjamin aparat birokrasi bersih. Korupsi menjadi bagian dari kultur yang sulit dihilangkan di kalangan aparat negara.

”Jika dilihat dari penghasilan dan kekayaannya, memang tidak wajar,” katanya. Gayus, sebagai pegawai Ditjen Pajak, memperoleh penghasilan sekitar Rp 12 juta per bulan. Penghasilan ini jauh lebih besar dibandingkan dengan PNS golongan IIIA di instansi lain, yang setiap bulan hanya menerima sekitar Rp 2 juta.

Menurut Indriyanto, remunerasi tak memengaruhi ”kebersihan” aparat birokrasi. ”Kembali lagi, kultur masyarakat kita yang masih korup dan agak sulit untuk menghilangkannya. Dibutuhkan sumber daya manusia yang bersih,” ungkapnya.

Pegang bukti

Denny menambahkan, meskipun Gayus kabur, bukti penting dan strategis untuk mengungkap dugaan mafia hukum sudah berada di tangan Tim Independen Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Polri. ”Tim Independen memiliki bukti yang cukup berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), keterangan Andi Kosasih, informasi dari Satgas, serta bukti lain yang dimiliki kepolisian,” paparnya.

Penuntasan kasus mafia hukum dan mafia perpajakan yang melibatkan Gayus dan penegak hukum lain, kata Deny, juga dapat menjadi pintu masuk bagi pembenahan sistem perpajakan dan penegakan hukum di Tanah Air. Jika kasus ini tidak diselesaikan dengan baik dan tuntas, dikhawatirkan kepercayaan masyarakat kepada sistem penegakan hukum dan perpajakan akan makin rendah dan berdampak buruk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com