Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Antikorupsi

Kompas.com - 28/10/2010, 15:58 WIB

Oleh Melani

Sepertinya tidaklah berlebihan pandangan skeptis masyarakat terhadap rencana dimasukkannya pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum sekolah dasar sampai perguruan tinggi tahun depan.

Betapa tidak, selama ini kerap diberitakan media berbagai penyimpangan di bidang pendidikan itu sendiri, dari kecurangan ujian nasional (UN), penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS), penyimpangan dana bantuan wali kota (Bawaku) pendidikan, sampai dengan adanya kasus 12 guru SMA Negeri I Purwakarta yang dimutasi ke beberapa sekolah di pinggiran setelah mereka menuntut transparansi pengelolaan anggaran di sekolah tempat mereka mengabdi.

Meski kurikulum pendidikan antikorupsi saat ini sedang digodok tidak hanya oleh Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga dibantu tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan adanya berbagai penyimpangan yang kasatmata di dunia pendidikan, kegamangan akan keberhasilan pendidikan antikorupsi kelak kerap bergelayut dalam hati sanubari masyarakat.

Suri teladan

Idealnya sekolah bukanlah sekadar tempat menimba ilmu pengetahuan, melainkan juga selayaknya menjadi tempat membentuk kepribadian yang baik, membebaskan hati yang gundah, tempat bersosialisasi dengan teman-teman sebaya, dan tempat belajar menghadapi kesulitan hidup dan tantangan zaman. Namun, apa yang terjadi kini, alih-alih mendapatkan ketenangan dan belajar menghadapi tantangan hidup, tidak jarang terjadi pelajar di republik ini mengakhiri hidupnya secara tragis.

Dalam kondisi hubungan antara guru dan murid yang paternalistis, yaitu hubungan pemimpin dan yang dipimpin, guru sebagai pihak yang digugu dan ditiru senantiasa dituntut selalu memberikan suri teladan bagi murid-muridnya.

Jika guru-guru tidak mampu memberikan contoh dari kepribadiannya yang betul-betul baik bagi murid-murid, kata-kata dan nasihat-nasihat guru itu akan dianggap sebagai hal yang remeh saja. Jika tindakan guru dalam menghadapi anak-anak menunjukkan sikap yang kurang adil atau kurang bijaksana, guru yang seperti itu tidak akan dicintai murid-muridnya, yang membawa akibat tidak diindahkannya semua nasihat atau petunjuk-petunjuknya (Zakiah Daradjat, 1972: 119).

Berkaca pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan dunia pendidikan, terkadang kita menjadi amat miris dibuatnya. Sebut saja ada mahasiswa dari perguruan tinggi negeri (PTN) ternama di Indonesia yang menjadi joki SNMPTN 2009. Ada yang baru saja lulus SMA melakukan tindak pidana terorisme melalui bom bunuh diri. Banyak pelajar menjadi anggota geng motor dan terlibat tindakan kriminal. Banyak pelajar terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Banyak pelajar terpapar narkoba dan hal-hal negatif lainnya. Di tingkat kesarjanaan, banyak lulusan S-1, S-2, dan S-3 terlibat tindak pidana korupsi.

Munculnya berbagai realitas pahit sebagai output pendidikan formal telah memunculkan ide dari Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter mengajarkan nilai-nilai positif, seperti kejujuran, keberanian, keadilan, kepedulian, kesopanan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketelitian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com