Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan yang Merakyat

Kompas.com - 02/05/2012, 09:15 WIB

Oleh Mohammad Abduhzen

Ki Hadjar Dewantara, selain memperkenalkan metode among (ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani) dalam proses pembelajaran, sangat menekankan pendidikan sebagai jalan untuk memperbaiki nasib rakyat.

Pada Kongres I Taman Siswa di Yogyakarta, 20 Oktober 1923, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan dua gagasan pokok sebagai bagian dari tujuh asas Taman Siswa, yaitu pendidikan berasas pada kebudayaan sendiri dan pendidikan yang merakyat.

Pendidikan dan pengajaran, menurut Ki Hadjar Dewantara, harus mengena pada rakyat secara luas dan tidak boleh memisahkan orang-orang terpelajar dari penghidupan rakyat senyatanya. Untuk itu, pendidikan nasional mesti diselenggarakan selaras dengan kodrat bangsa. Hanya dengan cara itu ketertinggalan masyarakat pribumi dapat dihilangkan dan kedamaian dalam kehidupan bersama dapat diwujudkan.

Ki Hadjar Dewantara sangat kecewa menyaksikan sistem pendidikan dan cara pengajaran yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dalam artikel yang berjudul ”Koerangnja dan Ketjewanja Onderwijs bagi Ra’jat Kita” pada majalah Wasita jilid 1 No 5 edisi Februari 1929, ia mengkritik pelaksanaan pendidikan dan pengajaran pemerintah yang terlampau menekankan aspek keterampilan dan intelektualisme yang berorientasi pada kepentingan Barat.

Pendidikan yang demikian akan menggerus nilai-nilai spiritualitas (budaya) dan tidak akan dapat mengangkat derajat masyarakat pribumi, bahkan semakin menenggelamkannya sebagai budak bangsa lain. Padahal, pendidikan—dalam pandangan Dewantara—seharusnya menjadi upaya pembudayaan serta jalan menuju penghidupan baru yang lebih sejahtera dan mandiri.

Tidak mengenai rakyat

Kini setelah 80-an tahun berlalu, kekecewaan Ki Hadjar Dewantara tidaklah sirna, malah menjalari batin bangsa. Pendidikan dan pengajaran, meskipun dilaksanakan oleh pemerintah kita sendiri, ternyata tidak mampu memperbaiki nasib dan martabat bangsa.

Kenyataannya, kedamaian hidup yang didambakan oleh rakyat berkat kesejahteraan dan perlindungan oleh negara masih jauh panggang dari api. Rakyat mati konyol karena tersiksa sebagai TKI di luar negeri. Geng motor, perampokan di siang bolong, pemerkosaan dalam angkot, gangguan sempadan oleh negara jiran adalah sebagian kecil dari fakta yang menandakan bahwa daya negara dalam memberikan perlindungan terhadap segenap bangsa dan seluruh tumpah darah masih sangat lemah.

Pendidikan dan pengajaran kita, seperti dikhawatirkan oleh Ki Hadjar Dewantara, berjalan tidak berasas pada kebutuhan sendiri sehingga tidak mampu membebaskan diri dari ketergantungannya pada pihak asing. Dewasa ini tujuh dari sembilan bahan pokok serta berbagai sumber daya alam kita diimpor dari dan dikuasai oleh bangsa lain.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau