Asa yang Tidak Pernah Padam

Kompas.com - 16/05/2012, 10:32 WIB

Oleh: B Josie Susilo Hardianto

Sekolah arigi weago aperage weago

Hat tago weti-weti, hagaramo nikitlasu a...o

An nogo worek-worek, hagaramo nikitlasu wae

hulu leka-leka, iawuraregoi a...o

werene leka-leka, tumawuraregoi wae..

”Sekolah sangat susah, sekolah benar-benar sangat susah. Saya sekolah banyak pengorbanan, kamu pun sekolah banyak tantangan. Kami sekolah di balik gunung, kami sekolah di balik danau,” kata Selinius Wetipo mengartikan lagu dalam bahasa Dani itu.

Dengan wilayah bergunung-gunung, lembah yang dalam, dan ngarai yang terjal, juga berhutan lebat, Papua memang memberi tantangan geografis yang ekstrem. Namun, setiap pagi, pada jalan-jalan setapak, tercetak jejak-jejak kaki anak-anak yang bergegas menuju sekolah-sekolah mereka. Tanpa alas kaki, mereka mendaki bukit berbatu dan menyusuri tanah berlumpur.

Semangat anak-anak di wilayah Pegunungan Tengah Papua untuk belajar sangat besar. Namun, harus diakui, sarana dan prasarana penunjang terbatas. Banyak sekolah dasar yang berada di kampung-kampung yang tersebar di lembah dan lereng pegunungan di sekitar Wamena belum memiliki cukup guru. Kalaupun ada, tak jarang, guru-guru itu tidak selalu hadir untuk mengajar.

Salah satunya di Jalelo, Distrik Assolokobal. Hampir setiap hari, SD Inpres Upiyagaima di daerah itu diasuh oleh Adin Lokobal, seorang tenaga honorer. SD yang terdiri dari kelas I hingga kelas III tersebut sebenarnya memiliki empat tenaga guru. Namun, keempat guru itu sering berhalangan.

Salah satu hambatan adalah para guru tersebut tinggal di pinggir jalan raya Wamena-Kurima yang terletak di lembah. ”Untuk mencapai gedung SD Inpres Upiyagaima, mereka harus berjalan kaki lebih kurang tiga jam dengan mendaki pegunungan,” ujar Arnos Asso, anggota Komite SD Upiyagaima.

Bangun rumah guru

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya Hasuka Hisage mengakui kondisi yang memprihatinkan tersebut. Untuk itu, pihaknya tengah berupaya agar di sekolah-sekolah terpencil dibangun perumahan untuk guru.

Tahun 2011 telah dibangun 22 rumah guru. Pada tahun 2012 akan dibangun lagi sekitar 22 rumah guru, terutama untuk wilayah pedalaman.

Selain itu, kini juga sedang diupayakan peningkatan kapasitas para guru. Sasarannya tidak hanya mengembangkan kemampuan guru mengajar, tetapi juga empati mereka.

Halaman:
Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau