Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurikulum 2013 dan Generasi Emas

Kompas.com - 22/02/2013, 02:28 WIB

Oleh ABURIZAL BAKRIE

Kalau bicara tentang pendidikan, berarti kita bicara tentang masa depan bangsa. Dan, ketika bicara masa depan bangsa, apa pun harus kita pertaruhkan. Apalagi kurikulum baru ini, Kurikulum 2013, akan melahirkan generasi emas tahun 2045, saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya.

Kurikulum merupakan salah satu instrumen amat sentral dan strategis untuk mencapai tujuan sekaligus pedoman pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, pergantian kurikulum pendidikan harus ditelaah secara mendalam agar benar-benar selaras dengan tujuan yang diharapkan.

Bagaimanapun, kurikulum pendidikan bukan sekadar pedoman teknis penyelenggaraan pendidikan, melainkan juga mencerminkan falsafah hidup bangsa, petunjuk arah ke mana bangsa ini akan dibawa, dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa di masa depan. Artinya, pendidikan yang tecermin dalam suatu kurikulum adalah strategi untuk mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta paling penting memperkuat jati diri bangsa.

Jati diri suatu bangsa akan selalu dihadapkan pada dinamika perkembangan global. Perkembangan global abad ke-21 telah demikian kompleks. Suatu bangsa akan eksis dan maju manakala mampu menjawab tantangan global dengan baik. Di sini, kata kuncinya adalah pendidikan yang baik. Dengan pendidikan yang baik, kita mempersiapkan sumber daya manusia terdidik, dengan kompetensi yang dapat diandalkan mengangkat derajat daya saing bangsa: menjadi bangsa yang maju dan kompetitif.

Aspek lokalitas

Pendidikan yang baik mutlak butuh kurikulum yang baik pula. Sebuah kurikulum yang didesain mampu menjawab tantangan perubahan zaman, mempersiapkan peserta didik untuk tidak saja jadi manusia-manusia unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga memperkokoh jati diri bangsanya. Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan memberikan manfaat manakala tak benar-benar diarahkan untuk memperkuat jati diri bangsa. Oleh karena itu, jangan sampai perubahan kurikulum yang kita lakukan justru mengabaikan aspek-aspek lokalitas dan berbagai hal yang terkait dengan jati diri bangsa.

Sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami sembilan kali perubahan, yaitu pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan itu konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Jika pada 2013 ini kurikulum juga akan berubah, berarti secara mendasar perubahan kurikulum pendidikan di negara kita sudah mencapai 10 kali.

Terkait dengan hal itu, jangan hanya pergantian kurikulum dan uji coba kurikulum saja yang menjadi perhatian. Juga bagaimana menjadikan sektor pendidikan pilar utama pembangunan nasional dan pendorong kemajuan bangsa sehingga kita tak tertinggal dengan negara lain dalam kompetisi global.

Sejarah membuktikan, kurikulum pendidikan yang seharusnya mengantarkan rakyat Indonesia eksis dan mampu berkompetisi di dunia internasional ternyata belum seperti yang kita harapkan. Menurut sejumlah survei internasional, kualitas pendidikan nasional secara umum masih tertinggal dari negara lain. Oleh karena itu, saya mendukung langkah pemerintah menciptakan kurikulum yang lebih antisipatif, menyesuaikan dengan tuntutan zaman, yang diyakini mampu melahirkan anak-anak negeri yang sanggup bangkit, mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia internasional, tanpa kehilangan jati diri sebagai manusia Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com