Ini gara-gara Raisa berakrab-akrab dengan Presiden Joko Widodo, Kamis (9/3/2017), yang lalu menyanyi lagu Indonesia Pusaka besutan sang maestro musik Ismail Marzuki. Mendadak jadi berasa cinta banget sama tanah tumpah darah.
(Baca: Saat Jokowi Berdua dengan Raisa...)
Lagu itu pada dasarnya memang sudah selalu keren dalam berbagai versinya. Diciptakan pada 1942, lirik lagu tersebut tidak bertele-tele. Panjang pun tidak.
Simak saja versi lagu tersebut yang dinyanyikan mendiang Utha Likumahuwa dalam penampilan bersama Twilite Orchestra di Sydney Opera House pada 2009. Berikut ini video rekamannya, atas seizin Addie MS, konduktor dan salah satu pendiri Twilite Orchestra:
Ngomong-ngomong, masih pada kenal dengan Bang Maing—salah satu panggilan Ismail Marzuki—ini?
Dalam beberapa referensi yang ditelusuri Kompas.com, nama musisi dan penyanyi ini sebenarnya hanya Ismail. Bapaknya yang bernama Marzuki. Entah kenapa, dua nama itu lama-lama jadi menyatu, bukannya tetap tertulis Ismail bin Marzuki.
“Sebenarnya di Betawi lumrah saja nama hanya satu kata. Namun, sepertinya orang merasa harus memodernkan sosok Ismail ini, jadi dilekatkanlah nama bapaknya, yang harusnya itu pun pakai ‘bin’ di antara Ismail dan Marzuki,” tutur sejarawan JJ Rizal, Rabu (2/8/2017).
Betul, Ismail adalah putra bangsa dari tanah Betawi. Lahir di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, dan meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Makamnya ada di kompleks Tempat Pemakaman Umum Karet, Jakarta Pusat.
Kemampuan dan pembawaan Ismail pada masa jayanya disandingkan dengan Bing Crosby—musisi, penyanyi, penulis lagu, dan aktor Amerika Serikat dari generasi yang sama. Selera penampilan pun menyerupai.
Namun, hidup Ismail tidak panjang. Dia meninggal pada usia 44 tahun karena sakit pada 1958. Meski begitu, jejak langkahnya masih membekas dalam sampai sekarang, terutama lewat lagu-lagu gubahannya.
Ismail menciptakan tak kurang dari 200 lagu. Indonesia Pusaka adalah salah satunya. Dia pun piawai menggubah lagu bernuansa romansa, selain tembang-tembang penyemangat perjuangan dan kecintaan pada Tanah Air.
Namanya lagu Aryati, dulu sudah jadi tembang wajib buat para jejaka yang sedang dimabuk kepayang gadis idaman. Masih ada juga lagu O Sarinah—lagu gubahan pertamanya—, Kopral Djono, Rayuan Pulau Kelapa, Juwita Malam, Gugur Bunga....
Kalau boleh dibilang capaian luar biasa, genre lagu-lagu gubahan Ismail pun beraneka rupa. Dari keroncong sampai swing.
Nada-nada dan lirik besutannya itu pun sejak dulu bergema tak hanya di Jakarta atau Indonesia, tapi sampai juga ke negara tetangga bahkan tanah Eropa. Bila perlu liriknya pun menggunakan bahasa setempat.
Memaknai ulang kepahlawanan Ismail