KILAS

BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kominfo

Guru Garis Depan, Ujung Tombak Perubahan Masyarakat Daerah Tertinggal

Kompas.com - 29/09/2017, 17:24 WIB
Kurniasih Budi

Penulis


KOMPAS.com - Masyarakat Kabupaten Landak, Kalimantan Barat seolah mendapat angin segar saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program Guru Garis Depan (GGD).

Pemerintah pusat melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) telah mengumumkan penerimaan tenaga pendidik dari program GGD untuk mengatasi kelangkaan guru di daerah terpencil.

Pada medio 2017, Bupati Landak Karolin Margret Natasa mengatakan, wilayahnya mendapatkan 21 orang guru yang lulus tes dari sekian banyak yang mendaftar.

Landak, lanjut Karolin, memang sangat membutuhkan tenaga pengajar untuk mengampu di seluruh pelosok kabupaten.

Tingginya kebutuhan guru di Landak akibat adanya sekira 300 PNS yang pensiun tahun ini, termasuk guru. Jika tidak menerima GGD, maka anak-anak di Landak bakal semakin kekurangan guru. Sementara, Kabupaten Landak sendiri memiliki sekira 500 orang guru tidak tetap (GTT).

Baca: Mendikbud Melepas Secara Simbolis CPNS Guru Garis Depan 2016

Meski anggaran dari pemerintah pusat terbatas, ia tetap memperjuangkan adanya guru dari program GGD.

Artinya, Pemerintah Kabupaten Landak mesti mengupayakan anggaran untuk menggaji para guru itu. “(Meski anggaran terbatas), tetapi kami juga memerlukan tenaga pengajar di seluruh pelosok daerah di Kabupaten Landak," katanya dalam TribunPontianak.

Ia pun berharap 21 guru yang telah lulus seleksi Kemendikbud mampu menjalankan tugas di Kabupaten Landak.

Sementara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melepas sebanyak 6.296 guru garis depan (GGD) ke daerah penempatannya di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) pada 12 September lalu.

Mendikbud Muhadjir Effendy melepas secara simbolis Guru Garis Depan yang akan ditugaskan mengajar di daerah terluar, tertinggal, dan terpencil di seluruh Indonesia. Mendikbud Muhadjir Effendy melepas secara simbolis Guru Garis Depan yang akan ditugaskan mengajar di daerah terluar, tertinggal, dan terpencil di seluruh Indonesia.

Program GGD merupakan afirmasi pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pelayanan pendidikan bermutu di seluruh Indonesia, khususnya di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T).

Dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9), Muhadjir mengatakan  program GGD itu sesuai dengan Nawacita ke-3 Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI.

Pasukan Elit di Daerah Terluar, Tertinggal, dan Terpencil

Bagi pemerintah, para guru GGD bagaikan pasukan khusus yang mesti berjuang di dunia pendidikan.

Saat melepas para guru GGD, ia meminta para guru untuk mampu bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan baru tempat mengampu di daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T) yang amat jauh dari kenyamanan.

Kemampuan survival dibutuhkan karena para guru itu akan mengabdi di daerah penempatan minimal 10 tahun. Meski demikian, Mendikbud yakin para guru itu akan betah di daerah penempatan.

"Dugaan saya, malah guru-guru tidak akan pindah kok. Biasanya betah," katanya.

Sain Widianto, salah satu CPNS GGD 2016 dari Banyuwangi yang ditempatkan di SDN Wringinanom, Situbondo, bercita-cita memajukan peserta didik yang akan diajarnya.

Anak-anak di Taman Baca Kuadas di Distrik Marbon di Sorong, Papua Barat.KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty Anak-anak di Taman Baca Kuadas di Distrik Marbon di Sorong, Papua Barat.

“Sebagai alumni SM3T, Saya mempunyai komitmen untuk membangun masyarakat di daerah terluar, tertinggal, terpencil,” ungkapnya.

Ia ingin kehadirannya dapat mengubah label “tertinggal” di daerah tersebut. Bahkan, jika dalam waktu 10 tahun tak ada perubahan, Sain akan terus mengadi di daerah tersebut.

Guru lainnya adalah Siti Zaenab Mbalu, seorang CPNS GGD 2016 dari Gorontalo yang ditempatkan di SMPN Satu Atap Iwur, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Ia pun memiliki cita-cita yang mulia.

Nampak dari atas jalur Heat Road di pegunungan Jayawijaya PapuaTwitter resmi Freeport Indonesia @IDFreeport Nampak dari atas jalur Heat Road di pegunungan Jayawijaya Papua

Ia berharap bisa membangun masyarakat pinggiran di Papua tersebut dan bertekad akan mengabdi di daerah tersebut untuk selamanya.

“Saya akan mengabdi selamanya di Pegunungan Bintang, karena Saya juga sudah merasa nyaman dengan lingkungan di sana,” ujarnya.
    


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau