KOMPAS.com - Lahir dari keluarga buruh tani dengan penghasilan pas-pasan, sama sekali tidak menyurutkan semangat Citra Helda Anggia untuk berprestasi dan menggapai impiannya. “Hidup adalah tentang perjuangan,” itulah prinsip yang dipegangnya teguh.
Sejak usia muda, Citra harus memutar otak agar dirinya bisa terus bersekolah hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Hal ini dikarenakan ayahnya divonis menderita penyakit TBC dan hepatitis.
Dengan demikian, ibunya menjadi tulang punggung keluarga. Biaya sekolah Citra bukan menjadi prioritas, karena sebagian besar dana terserap untuk perawatan sang ayah dan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Citra tidak punya pilihan lain selain belajar giat untuk mendapatkan beasiswa. Berkat usaha dan prestasinya yang selalu baik sejak SD, Citra pun berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke tingkat SMP.
Perjuangan Citra belum selesai. Saat meneruskan pendidikan ke jenjang SMA, Citra sempat terpaksa tinggal di panti asuhan PSAA Sumenep lantaran keterbatasan biaya. Hal tersebut ia lakukan untuk mengurangi ongkos perjalanannya karena jarak antara rumah Citra dan SMAN 1 Sumenep cukup jauh.
Hal tersebut tidak membuat Citra putus asa. Beasiswa demi beasiswa berhasil ia raih berkat prestasi yang konsisten diukirnya. Akhirnya ia pun berhasil masuk ke Politeknik Negeri Jember (Polije).
Di sinilah Citra merasa pintunya terbuka lebar untuk mewujudkan cita-citanya sebagai Menteri Pertanian.
Salah satu pintu masa depan terbuka saat ia menginjak semester IV. Citra berhasil terpilih sebagai peserta pertukaran pelajar di Lioning Vocational College, China, selama 1 minggu.
“Di China, saya banyak belajar tentang produk hortikultura yang memiliki kualitas sangat baik karena menggunakan green house dan pupuk organik. Petani di sana juga sudah memanfaatkan lahan kosong untuk budidaya tanpa mengganggu kualitas hasil tani,” ujar Citra.
Selain itu Citra juga menceritakan bahwa petani di sana sangat sadar akan pemanfaatan teknologi pertanian, baik dari sisi peralatan maupun dalam hal teknik bertaninya. Misalnya, mereka sudah bisa menghasilkan buah meskipun belum pada musimnya. “Ilmu ini akan saya bawa dan aplikasikan di Indonesia,” lanjutnya.
Kepekaan sosial
Berkat ilmu yang ia peroleh di China, Citra pun terinspirasi untuk mengaplikasikan ilmu tersebut di tempat kelahirannya. Salah satu kontribusi yang telah ia hasilkan ialah dengan membuat mikroorganisme lokal (MOL) dari sisa makanan atau buah-buahan yang difermentasikan dengan tambahan molasis (cairan gula tebu).
Ia mengambil sendiri buah-buahan busuk di Pasar Anom, Sumenep. Kemudian mol ini dijadikan pupuk organik cair (POC) dan pupuk organik padat (POP) yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
”Saya mempraktikkan mol ini pada petani kunyit, jahe, dan temulawak di Sumenep. Ternyata setelah diberi mol, hasil panennya dua kali lipat lebih tinggi dengan pertumbuhan yang lebih cepat,” jelas Citra.
Citra kemudian membuat karya tulis ilmiah serupa, yaitu pemanfaatan mol bagi penduduk Madura, agar mereka dapat menanam tanaman rempah-rempah di halaman rumahnya masing-masing. Karya tulis ini pun berhasil keluar sebagai juara ke-2 terbaik se-Kabupaten Sumenep.
Baru-baru ini pula, Citra kembali berhasil lolos sebagai salah satu peserta pertukaran pelajar dari kampusnya untuk menimba ilmu di Jiangsu Agri Animal Husbandry Vocational College, China, selama 1 semester.
Namun beberapa hari sebelum keberangkatannya, Citra mendapatkan kabar buruk bahwa sang ayah tercinta meninggal dunia hingga membuatnya ragu untuk berangkat. Namun dengan dukungan besar dari ibu serta dukungan biaya dari Polije dan Dinas Pendidikan Sumenep, Citra akhirnya mantap berangkat ke China.
Ingin Menjadi Menteri Pertanian
Ke depannya, Citra tidak lagi takut memiliki cita-cita yang besar. Ia dengan lugas berani mengatakan bahwa dirinya kelak ingin sekali menjadi Menteri Pertanian karena ia ingin memastikan pasokan pangan di Indonesia tercukupi dengan baik, tanpa perlu mengimpor dari luar negeri.
“Sudah saatnya petani di Indonesia kembali bangkit dan bisa mendayagunakan teknologi pertanian modern. Dengan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tepat, konsumsi pangan berkualitas di Indonesia pasti dapat dipenuhi,” ucap Citra.
Pertanian memang menjadi salah satu sektor yang menjadi perhatian utama Program Pengembangan Pendidikan Politeknik (Polytechnic Education Development Project/PEDP), yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti, serta didukung oleh Asian Development Bank dan Pemerintah Kanada.
Hal tersebut untuk membantu mewujudkan ketahanan pangan nasional dan visi Indonesia sebagai “Lumbung Pangan Dunia 2045” yang menetapkan swasembada atas sejumlah komoditas strategis.
Pendidikan politeknik pun melakukan sejumlah reformasi, dimana melalui PEDP, fokus-fokusnya antara lain adalah meningkatkan kualitas dan relevansi sistem pendidikan politeknik dengan kebutuhan lingkungan eksternal, serta meningkatkan akses yang lebih merata terhadap layanan pendidikan politeknik.
Di politeknik pertanian, mahasiswa seperti Citra juga mengasah keterampilan-keterampilan off-farm seperti mekanisasi pertanian, proses pasca panen, inovasi proses pengolahan, inovasi rasa, kemasan dan pemasaran produk-produk pertanian.
Memuji sepak terjang Citra, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti Dr. Paristyanti Nurwardani mengatakan, “Di dunia pendidikan politeknik, kita dapat menjumpai pemuda Indonesia yang begitu mencintai kreativitas dan inovasi, terampil dalam memanfaatkan berbagai alat dan sumberdaya kerja, memiliki kesungguhan dan presisi dalam memproduksi hasil, mengemban kesadaran akan kualitas terbaik, serta menunjukkan kemandirian usaha dan kecerdasan dalam merespon kebutuhan pasar.“