BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Tanoto Foundation

Perpustakaan Sepi dan Mati? Ini Triknya untuk Kembali Ramai!

Kompas.com - 05/01/2018, 11:18 WIB
Haris Prahara

Penulis

KOMPAS.com - "Alika tidak ingin ayah dan ibu melihatnya. Ia lantas bersembunyi. Namun, Alika terkejut ketika sang ibu mengetahui keberadaannya".

Demikian penggalan kisah sebuah buku yang diceritakan oleh Tasya, siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Lumbuk Kemang, Kecamatan Ukui, Riau, kepada sekitar 10 temannya.

Biar lebih asyik, Tasya senantiasa memeragakan kalimat demi kalimat dalam buku cerita tersebut. Misalnya, saat kata "bersembunyi" diucapkan, maka Tasya sigap menutupi wajah dengan satu tangannya.

Tak jarang, Tasya berimprovisasi dengan cerita di luar alur buku tersebut. Ia juga aktif berkomunikasi dua arah saat tengah bercerita.

"Seperti apa bentuk bando yang dipakai Alika?" tanya dia dengan nada penasaran.

Sontak saja, teman-teman Tasya segera memainkan gerakan tangan menyerupai bentuk bando.

Usai Tasya bercerita, guru mereka kemudian memandu jalannya pembelajaran.

Dibantu sebuah alat peraga berbentuk lingkaran warna-warni dari karton, siswa terlarut dalam permainan bertanya ala seorang pemburu berita alias wartawan.

"Nama alat itu adalah diagram wartawan. Dengan sarana ini, diharapkan siswa terlatih berpikir kritis layaknya wartawan. Khususnya, terkait prinsip 5W dan 1H (what, why, who, when, where, how atau apa, mengapa, siapa, kapan, di mana, bagaimana)," ujar Evi Supriati, pengajar sekaligus pengelola perpustakaan MIN Lumbuk Kemang, Kamis (23/11/2017).

Keceriaan Tasya dan kawan-kawan di ruang perpustakaan MIN Lumbuk Kemang itu merupakan gambaran sehari-hari pembelajaran di sekolah tersebut.

Menurut Evi, dahulunya minat siswa membaca buku dan mengunjungi perpustakaan relatif rendah. Namun, hal itu berubah sejak MIN Lumbuk Kemang mendapatkan bantuan pelatihan dari Tanoto Foundation pada 2010 silam.

"Tanoto Foundation memberi pelatihan kepada kami terkait aktivitas yang dapat dilakukan di perpustakaan serta cara menata perpustakaan sehingga siswa tertarik berkunjung," tuturnya.

Evi mengatakan, selain menggaungkan kegiatan membaca dengan bantuan diagram wartawan, terdapat pula sarana lain untuk mendongkrak minat baca siswa, misalnya dengan kegiatan pijak huruf untuk siswa kelas rendah.

Melalui permainan tersebut, siswa dapat mengenal huruf dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Tak hanya menyelenggarakan kegiatan positif, pihak sekolah juga mengubah tampilan perpustakaan menjadi lebih menarik dan penuh dekorasi.

Cara penataan pun diubah sehingga halaman depan buku dapat terlihat jelas. "Ternyata, kalau buku hanya disusun bertumpuk, maka siswa tidak tertarik untuk membacanya," imbuh Evi.

Jadi ramai

Melalui sejumlah langkah pembenahan, buku kini menjadi sahabat sehari-hari bagi siswa MIN Lumbuk Kemang. Perpustakaan pun betul-betul kembali pada hakikatnya sebagai gudang ilmu.

"Sekarang kunjungan siswa ke perpustakaan bisa mencapai 40 orang per harinya. Dulu (sebelum pelatihan Tanoto Foundation), satu orang saja belum tentu ada ke sini," ungkap Evi.

Geliat ketertarikan siswa berkunjung ke perpustakaan juga terlihat di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 007 Kulim Jaya, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Riau.

Membaca buku di perpustakaan telah menjadi kebiasaan rutin bagi sekitar 300 siswa sekolah tersebut.

Ditambah nuansa perpustakaan yang dibuat ceria dengan hasil kerajinan tangan aneka rupa, perpustakaan itu mampu membuat siswa betah berlama-lama di dalamnya.

Koleksi buku di perpustakaan SDN 007 Kulim Jaya, Riau.KOMPAS.com/HARIS PRAHARA Koleksi buku di perpustakaan SDN 007 Kulim Jaya, Riau.
Menurut Kepala SDN 007 Kulim Jaya Sunarko, selain mempercantik perpustakaan, pihak sekolah juga membuat pojok baca di sejumlah sudut sekolah.

"Tujuannya agar minat baca siswa terus meningkat. Sebab, membaca itu penting untuk menambah pengetahuan sekaligus menjadi bekal untuk masa depan siswa," ucap Sunarko.

Secara terpisah, Deputy Head Of Program Tanoto Foundation Margaretha Ari Widowati mengatakan, sifat gemar membaca selayaknya memang ditumbuhkan sejak usia dini.

Dengan begitu, diharapkan terbentuk generasi emas sebagai tumpuan cerahnya masa depan Indonesia. 

"Atas dasar itulah, kami terus menggaungkan program Pelita Pustaka untuk mendongkrak minat baca anak. Hingga kini, program tersebut telah berjalan pada sedikitnya 200 sekolah di Riau," ujar Ari.

Dengan mengubah wajah perpustakaan menjadi lebih humanis dan menarik, niscaya tempat tersebut bakal menjadi rumah nyaman bagi segenap insan penerus bangsa.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com