Siswa Aktif Media Sosial Rentan Insomnia dan Cemas

Kompas.com - 19/09/2018, 19:37 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Menurut beberapa penelitian, analisis para ilmuwan menunjukkan adanya korelasi kuat antara penggunaan media sosial dan gangguan tidur. Volume dan frekuensi interaksi media sosial yang lebih berat dapat dikaitkan dengan masalah tidur yang lebih besar.

Volume yang dimaksud adalah mengukur jumlah waktu yang dihabiskan seorang siswa dalam ber-medsos setiap hari. Sedangkan frekuensi merupakan ukuran jumlah kunjungan ke situs media sosial selama seminggu, alias seberapa sering siswa log-in ke situs tersebut dan berinteraksi dengan pengguna lainnya.

Kaitan bermedia sosial dan insomnia

Siswa yang menghabiskan waktu mereka berinteraksi di dunia maya hampir setiap saat, dalam artian volume maupun frekuensinya sama-sama tinggi, memiliki peningkatan risiko hingga tiga kali lipat mengalami gangguan tidur, termasuk insomnia. 

Misalnya saja, beberapa remaja cenderung berusaha keras mempertahankan eksistensinya di dunia maya, dan kemudian tekanan ini membuat mereka tidur larut malam demi memilah-memilih dan kemudian mengunggah foto terbaiknya di Instagram.

Baca juga: Media Sosial Penyebab Generasi Milenial Kesepian

 

Beberapa lainnya memilih beralih ke platform lain untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya memulai twitt atau perang komentar negatif di Facebook.

Dikutip dari laman Hallo Sehat, kegiatan-kegiatan ini menyalakan gairah emosional, kognitif, dan fisiologis otak sehingga membuat mereka merasa segar hingga melupakan tidur. Atau mungkin, beberapa orang justru sudah mengalami kesulitan tidur sehingga menggunakan media sosial untuk menghabiskan waktu sampai mereka bisa kembali tidur.

Netizen pasif tetap terdampak

Dan jikapun remaja tidak termasuk di antara dua golongan di atas, menjadi netizen pasif hanya dengan nge-scroll timeline tengah malam agar tidak ketinggalan update pun tetap bisa mengganggu jam biologis tubuh (ritme sirkadian) melalui melalui cahaya biru terang dipancarkan perangkat yang digunakan mengakses akun media sosial.

Pancaran sinar terang ponsel meniru sifat cahaya alami matahari, akibatnya jam biologis tubuh menganggap cahaya ini sebagai sinyal hari masih pagi, dan karena itu produksi melatonin jadi terganggu.

Singkatnya, berjam-jam main HP sebelum tidur malah membuat remaja tambah semangat sehingga malah membutuhkan waktu lebih lama sebelum akhirnya bisa terlelap.

Padahal, remaja membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang dewasa. Jadi penggunaan media sosial di malam hari bisa sangat merugikan kesehatan mereka.

Dampak kurang tidur siswa remaja

Penelitian menunjukkan remaja membutuhkan tidur 9,5 jam setiap malam sebelum esok bersekolah tapi rata-rata hanya mendapatkan 7,5 jam. Kurang tidur bisa membuat anak kelelahan, mudah tersinggung, stres, dan lebih cenderung gampang sakit.

Dampak kurang tidur kronis bisa meningkatkan risiko anak remaja mengalami depresi. Pasalnya, masa-masa remaja pada dasarnya adalah periode rentan bagi anak untuk mengembangkan isu-isu kesehatan mental jangka panjang.

Apalagi jika ditambah dengan pemenuhan dorongan kebutuhan untuk selalu online di medsos yang sudah lama terkait dengan penurunan tingkat kepercayaan diri, serta peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi.

Seringnya penggunaan media sosial di kalangan anak-anak dan remaja juga telah dikaitkan oleh banyak penelitian dengan peningkatan tingkat stres psikologis. Semua faktor ini bisa saling berkaitan memicu atau memperparah depresi pada anak.

Resiko menjadi korban cyber bulliying

Menurut Heather Cleland Woods, kepala penelitian University of Glasgow di Skotlandia, meski penggunaan media sosial secara umum berdampak pada kualitas tidur, anak-anak remaja yang suka online larut malam lebih rentan terpengaruh oleh semua risiko kesehatan.

Laporan di atas diperkuat dengan temuan beberapa studi pendahulunya. Satu studi yang diterbitkan tahun 2015 di jurnal "Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking" menemukan frekuensi penggunaan media sosial yang terlampau sering pada remaja terkait dengan peningkatan risiko kesehatan mental yang buruk.

Sebuah penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan "American Psychological Association" di tahun 2011 menemukan kaitan antara remaja pengguna aktif media sosial dan sifat yang terkait dengan skizofrenia dan depresi.

Tingkat penggunaan media sosial yang lebih tinggi juga meningkatkan risiko remaja untuk menjadi korban cyber-bullying. Keduanya terkait dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi pada anak remaja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau