Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyisipkan 'Kesadaran' pada "Generasi Nunduk"

Kompas.com - 09/10/2018, 23:16 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - "Generasi nunduk" menjadi sebuah sindiran sosial yang sempat populer di akhir 2017 untuk menggambarkan remaja yang setiap saat sibuk dengan gawainya.

Meski kurang tepat, karena tidak sedikit orangtua yang melakukannya, para "generasi nunduk" biasanya memiliki kebiasaan untuk selalu melihat layar ponsel pintar dan sibuk dengan dunia maya. 

Bahkan dalam keadaan bersama dan ramai pada "generasi nunduk" masih sibuk dengan gawai sehingga berkesan kurang memiliki kesadaran penuh, baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

Belum lagi isu kesehatan yang dikenal dengan istilah 'text neck' untuk menggambarkan masalah punggung dan leher disebabkan postur buruk ketika menggunakan smartphone.

Menumbuhkan 'mindfulness'

Menanggapi hal tersebut, Adeline instruktur yoga bersertifikasi, di sela-sela sesi sharing dalam peringatan ulang tahun Global Sevilla School cabang Puri Indah (9/10/2018) mengingatkan arti penting 'mindfulness' atau kesadaran penuh akan diri.

"Yang terpenting anak memiliki kesadaran akan posisi tubuhnya saat itu. Kesadaran menjadi sangat penting karena akan menyadari posisi tubuh yang salah saat melihat smartphone," jelas Adeline.

Baca juga: 16 Tahun Global Sevilla, Mencerahkan melalui Mindfulness

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ken Hansraj MD, kepala bagian bedah tulang belakang di New York Spine Surgery and Rehabilitation Medicine.

"Orang dengan smartphone biasanya menghabiskan antara 2 sampai 4 jam sehari dengan posisi kepala menunduk ke perangkat mereka, menurut para ilmuwan. Hal itu sama dengan antara 700 sampai 1.400 jam per tahun dengan tekanan tambahan pada tulang belakang. Remaja mungkin menghabiskan lebih banyak waktu, sampai 5.000 jam per tahun," kata Hansraj.

Menurut Adeline bila tidak melatih kesadaran akan kesalahan postur ini, akibatnya akan dirasakan atau berdampak pada saat mereka dewasa. "Peran orangtua sangat penting dalam mengingatkan hal ini kepada anak," tegas Adeline.

'Mindfulness' pelepas stress

Selain fisik, menurut Adeline latihan mindfulness atau kesadaran diri, misal melalui yoga, dapat berguna dalam melatih pikiran dan juga jiwa. 

"Dengan melatih mindfulness saat melakukan yoga anak dilatih untuk fokus, bekerjasama dengan lingkungan dan juga menerima diri. Anak berlatih untuk tidak berpikir kemana-mana. Saat inilah tubuh melepaskan hormon anti stress sehingga pikiran anak menjadi lebih fresh dan lebih jernih. Tidak stress," jelas Adeline.

Mengingat dampak positif ini Adeline menyarankan agar anak berlatih secara rutin dan orangtua dapat mendampingi anak selama latihan.

"Lakukan secara rutin, tidak on-off. Sebaiknya juga orangtua dapat mendampingi sehingga dapat mengikuti perkembangan anak secara holistik," ujarnya.

Hal senada disampaikan Robertus Budi Setiono Direktur Global Sevilla. Tidak hanya secara akademik, "Mindfulness" dapat menurunkan tingkat stress anak, "Mindfulness" juga dapat menjadi pondasi dalam pendidikan karakter.

"Kesadaran penuh akan membuat anak memiliki kepekaan lebih terhadap diri mereka sendiri dan juga lingkungan sekitar. Hal ini akan membuat anak lebih memiliki rasa empati dan kepedulian sosial," tambah Robertus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com