Generasi Muda Didorong Tekuni Industri Kreatif

Kompas.com - 16/11/2018, 19:32 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Bidang industri kreatif diprediksi akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa mendatang. Sebab, Indonesia tidak akan selamanya bergantung pada sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas seiring jumlah penduduk semakin meningkat.

Untuk mendorong lahirnya jenis usaha industri kreatif tersebut, anak muda sejak dini sudah diajak menggeluti industri kreatif dengan melahirkan berbagai ide kreatif dan mampu mengimplementasikan ide tersebut dalam kegiatan usaha.

Hal itu mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk "Pengembangan Industri Kreatif Sebagai Pondasi Pembangunan Nasional", di Fisipol Universitas Gadjah Mada (16/11/2018).

Tulang punggung ekonomi 

 

Seminar ini diadakan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Fisipol UGM ini menghadirkan beberapa pembicara antara lain; Ketua Yayasan Kreatif Bangsa Lui Saruadji, Co-founder Chicken Crush Stevanus roy Saputra, Co-founder startup Bantu Ternak Ray Rezky dan CEO Alvin Photography Alvin Fauzie.

Baca juga: Kemenristek Imbau Magang dan Wirausaha jadi Bagian Pendidikan Tinggi

Seperti dilansir dari laman resmi UGM, Lui Saruadji mengatakan dukungan pemerintah melalui badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menurutnya bisa menjadi pendorong anak muda terjun menekuni bidang usaha industri kreatif.

 

Sebab, kata Lui Saruadji, tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan bergantung pada sektor ini. “Sumber daya alam kita sudah semakin terbatas, industri kreatif akan menjadi tulang punggung Indonesia di masa mendatang,” katanya.

Untuk terjun ke industri kreatif menurut Lui tidak mudah. Namun hal itu harus dimulai dari motivasi seseorang untuk menjadi wirausaha.

Kreativitas dan motivasi

 

“Sebelum menjadi pelaku kreatif, kita harus memiliki motivasi yang kuat, dari ide harus jelas dan mau dikerjakan serta memiliki nilai tambah,” katanya.

Ia menuturkan berpikir kreatif sangat melelahkan, namun bagi mereka yang mau berpikir kreatif dan mau melaksanakan ide kreatif tersebut nantinya semua kesulitan akan mudah diatasi. “Kreatif itu capek dan kita harus berpikir mendalam,” katanya.

Stevanus Roy Saputra selaku Co-founder Chicken Crush, ia memulai usaha kuliner sejak pertengahan tahun lalu. Hingga sekarang ini sudah ada 15 outlet di berbagai kota di Indoensia.

Menurutnya pendirian bisnis ayam goreng ini berangkat dari pengalaman melihat usaha ayam geprek yang menjamur di Yogyakarta. “Kita ingin membuat kuliner yang yang segmentasinya anak muda, dari tempat, menu hingga kondisi daging ayamnya yang selalu segar,” katanya.

Dalam pengelola usaha kuliner ini, Roy mengaku mereka membuat sistem pelayanan cukup sederhana bahkan daftar menunya pun dibuat sederhana namun berbeda dengan menu usaha ayam goreng lainnya.

“Kita buat inovasi menunya hingga harga murah sampai ada menu Rp 4000 rupiah per porsi,” kata Roy yang masih berusia 24 tahun ini.

Melahirkan usaha start-up

Sementara Ray Rezky selaku co- founder bantu ternak mengatakan usaha startup di bidang peternakan tersebut dirintis sejak ia masih duduk di bangku kuliah.

Ia mengikuti binaan program Innovative Academy UGM awal 2016 hingga akhirnya bisa melahirkan usaha startup membantu peternak sapi potong di pedesaan agar bisa menjual ternak sapinya langsung ke konsumen tanpa melalui banyak perantara.

Meski mengaku usaha tersebut belum menjanjikan dari sisi bisnis namun startup ini terus berbenah berkembang. Bahkan mereka memiliki ide untuk mengajak banyak orang untuk membantu peternak dengan menjadi investor dalam usaha penggemukan sapi milik peternak di pedesaan.

“Satu sapi bisa dimiliki sepuluh orang, termasuk nantinya kita menyediakan paket pakan, obat dan asurangsi untuk sapinya. Empat bulan dipelihara, dijual, ada selisihnya untuk bagi hasil,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau