KOMPAS.com – Bagi lulusan baru seperti Fajar (23), mencari pekerjaan saat ini tidak mudah. Dia sudah melamar ke berbagai perusahaan dan mengunjungi banyak job fair, tapi pekerjaan yang diinginkan tidak kunjung didapatkan.
Padahal sebagai sarjana teknik industri, Fajar memiliki hard skill yang cukup baik. Dia memiliki nilai akademis baik, mahir berbahasa Inggris, dan cukup memahami teknologi-teknologi industri saat ini.
Namun, memiliki hard skill saja belum cukup untuk mendapatkan pekerjaan saat ini. Apalagi sekarang dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0.
Dalam era itu, banyak pekerjaan yang akan hilang dan digantikan dengan jenis-jenis pekerjaan baru. Hal ini berarti, para pekerja harus bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Dilansir dari artikel di laman World Economic Forum, untuk bisa beradaptasi di industri 4.0, seseorang harus memiliki soft skill yang baik.
Untuk itu, generasi milenial sebagai masa depan manufaktur Indonesia pun harus mengasah soft skill mereka. Salah satu caranya dengan merasakan international experience.
Menurut Oliver Watson, chief board director dari Michael Page, international experience sangat dihargai oleh perusahaan. Hal ini karena semakin banyak pengalaman dan pemahaman tentang berbagai budaya yang dimiliki karyawannya dapat membantu perusahaan memperluas jangkauan global mereka.
Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali juga menekankan hal yang sama. Menurutnya, setiap mahasiswa harus memiliki surat izin memasuki dunia global. Sebab, tanpa international experience mereka kurang pergaulan, kesepian, serta terkurung dalam kesempitan.
“Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Padahal, dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju dalam bentuk pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan kearifan,” ujar Rhenald, seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (7/11/2014).
Selain sangat dihargai oleh perusahaan, international experience juga memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan karir seseorang untuk jangka waktu panjang.
Dilansir dari gvi.co.uk, terdapat tiga alasan mengapa international experience penting bagi generasi milenial yang lahir medio 1980 – 1999 ini.
Pengembangan diri
Salah satu manfaat dari international experience adalah kesempatan untuk lebih mengenal diri sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahan. Pengalaman tersebut juga dapat membantu mengidentifikasi tujuan, ambisi, serta hal yang ingin dicapai.
Pengembangan karir profesional
Konsep dari pengembangan karir profesional kini tidak lagi terbatas pada pengalaman di tempat kerja atau pelatihan. Lebih jauh, pengalaman berinteraksi dengan orang lain juga bisa membantu mengembangkan karir profesional.
Misalnya, pengalaman sebagai relawan, magang di perusahaan dalam dan atau luar negeri, hingga kegiatan apa saja yang dilakukan ketika gap year.
Setiap pengalaman tersebut dapat melatih soft skill yang akan sangat bermanfaat di tempat kerja manapun, seperti komunikasi, empati, kepemimpinan, kemampuan beradaptasi, hingga berpikir kritis.
Menemukan passion
Memiliki international experience dapat membantu memunculkan keunikan dan passion dalam diri yang kemudian dapat diaplikasikan ke dalam gaya hidup. Seseorang dengan international experience juga memiliki pengalaman lebih kaya sebagai bekal untuk masa depannya.
Dengan demikian, mereka dapat lebih aktif terlibat dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar.
Tak perlu kuliah di luar negeri
Untuk memiliki pengalaman berada di luar negeri kini tidak harus menempuh pendidikan di luar negeri. Ada beberapa universitas di Indonesia yang menjadikan international experience sebagai salah satu program dalam kurikulumnya. Salah satunya adalah BINUS ASO School of Engineering.
BINUS ASO School of Engineering merupakan program kerja sama antara BINUS University dengan ASO Collage Group di Fukuoka, Jepang. BINUS ASO School of Engineering mulai beroperasi sejak 2014 dengan dua jurusan unggulan, yakni Automotive and Robotics Engineering (ARE) dan Product Design Engineering (PDE).
Menariknya, di BINUS ASO School of Engineering seluruh mahasiswa bisa mendapatkan international experience. Mereka akan menjalankan summer course di ASO College Group, Jepang.
Selama 1 bulan mereka akan tinggal dan belajar di Fukuoka, Jepang. Semua fasilitas dan dosen disediakan oleh ASO College. Para mahasiswa dilatih pula mandiri dan memahami budaya kerja unggulan, langsung dari penduduk dan berbagai sistem kehidupan sehari-hari di Jepang.
Menurut David Oenjoyo, salah satu mahasiswa yang telah selesai dengan program summer course di Jepang dan akan diwisuda pada Desember 2018, proses belajar di BINUS ASO School of Engineering, memberikan banyak manfaat dan pelajaran untuk masa depannya.
Tidak hanya itu, pandangan David terhadap dunia pun menjadi lebih luas dan terbuka dengan budaya dan kebiasaan negara lain.
“Manfaat paling besar itu saya bisa mandiri dan mengatasi semuanya sendiri. Walaupun saya pergi sama teman-teman, tapi mereka sibuk sendiri. Kadang juga harus bisa mengingatkan teman untuk mengerjakan tugas bersama. Tapi hasilnya bisa lebih care terhadap orang lain, terhadap lingkungan,” ucap David.
David mengaku, dia sempat mengalami kesulitan saat mengikuti program ke Jepang tersebut. Namun, soft skill yang diajarkan di BINUS ASO School of Engineering cukup membantunya untuk beradaptasi dengan cepat.
“Misalnya, ketika di kelas dosennya menggunakan Bahasa Jepang dan kadang saya tidak mengerti pelajarannya. Saya bikin rekaman suaranya dulu, nanti pas pulang saya bisa mendengarkannya lagi sambil diterjemahkan. Jadi, saya bisa mempelajarinya lagi agar lebih mengerti,” cerita David.
Dengan semakin banyak merasakan international experience, mahasiswa diharapkan dapat mengasah soft skill mereka, memiliki pengetahuan lebih banyak, serta siap menghadapi perubahan di revolusi industri 4.0.