KOMPAS.com - Ke-13 remaja tampak bersiap di tepi dermaga gampong Tampor Paloh, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur. Mereka adalah siswa-siswa Madrasah Aliyah Swasta Merdeka, satu-satunya sekolah tingkat menengah atas yang ada di Gampong Tampor Paloh.
Didampingi Kepala Madrasah dan guru pembimbing, satu per satu mereka mulai menaiki kapal kayu yang tertambat di dermaga. Karena luas kapal tak terlampau besar, mereka pun harus duduk berdesakan dengan kaki tertekuk.
Bukan hal yang menyenangkan tentunya. Apalagi mereka akan menempuh perjalanan selama 4 jam melintasi Sungai Tamiang menuju Kota Kuala Simpang dengan kapal kayu tanpa pengaman ini.
Ini satu-satunya transportasi yang dapat mereka gunakan, demi mengikuti Simulasi Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional Berbasis Komputer (UAMBN – BK) di kecamatan seberang, Kecamatan Peureulak Timur.
“Simulasi UAMBN BK baru akan dilaksanakan pada 18 – 20 Februari 2019, tapi mereka harus sudah berangkat sejak dua hari sebelumnya karena perjalanan yang harus mereka tempuh cukup panjang,” ujar Kasie Madrasah Kankemenag Aceh Timur, Mulkan Damanik dikutip dari laman resmi Kemenag (18/02/2019).
Baca juga: Belajar Praktik Baik Literasi di Kalimantan Utara
Menurut Mulkan, setibanya di Kota Kuala Simpang, 13 siswa MAS Merdeka masih harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit menuju Langsa. Mereka kemudian menginap di rumah Ketua Yayasan Merdeka di Langsa.
“Baru hari Senin ini mengikuti simulasi UAMBN BK, bergabung dengan MAS Al-Widyan Alue Lhok Kec. Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur. Perjalanan dari Langsa ke lokasi ujian sekitar satu jam,” jelas Mulkan yang mendapat tugas dari Kepala Kankemenag Kabupaten Aceh Timur untuk terus memantau perjalanan siswa MAS Merdeka.
Perjalanan panjang melintasi Sungai Tamiang disertai perjalanan darat ini terpaksa mereka lakukan karena hingga saat ini MAS Merdeka Tampor Paloh belum memiliki fasilitas guna melaksanakan ujian berbasis komputer.
“Jangankan laboratorium komputer dan server, jaringan internet pun belum ada di madrasah ini. Padahal ini satu-satunya sekolah tingkat atas di gampong itu, dan selain UAMBN mereka juga harus mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK),” kata Mulkan.
Meski demikian, siswa-siswi MAS Merdeka tampak bersemangat mengikuti proses simulasi UAMBN BK. Belum lagi, resiko yang harus mereka tempuh selama perjalanan,”kisah Mulkan.
Bila arus Sungai Tamiang tenang, perjalanan Tampor Paloh – Kuala Simpang dapat ditempuh dalam waktu empat jam. “Tapi untuk kembalinya nanti, dari Kuala Simpang – Tampor Paloh, dengan kapal kayu kecil itu mereka harus menempuh perjalanan enam sampai delapan jam. Karena harus melawan arus,” ujar Mulkan.
Menurut Mulkan, hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Tak hanya Kementerian Agama, tapi juga pemerintah daerah. Jika dapat diusahakan jaringan internet masuk ke Gampong Tampor Paloh, maka mereka tak perlu melakukan perjalanan penuh resiko tersebut.
“Mereka melakukan seperti ini tidak hanya sekali ini saja, akan tetapi masih tersisa tiga kali lagi. Yaitu, gladi bersih simulasi UNBK, Pelaksanaan UNBK dan UAMBN BK, sehingga akan membuat mereka lelah ekonomi dan juga jasmani,”lanjut Mulkan.
Sebelumnya menurut Mulkan, MAS Merdeka yang memiliki 40 siswa ini telah mendapatkan batuan pembangunan satu ruang kelas dari Kanwil Kemenag Aceh. “Saat ini selain ruang kelas, MAS ini juga memiliki tiga balai hasil swadaya masyarakat dan IKAPDA Aceh, satu ruang perpustakaan yang berasal dari bantuan Pertamina, serta dua MCK,” tutur Mulkan.
Mulkan berharap segenap pihak dapat memberikan perhatian kepada siswa-siswa MAS Merdeka ini. “Bagaimana pun, mereka juga anak negeri yang tetap hormat pada sang saka merah putih. Mereka adalah mutiara Aceh,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.