Zonasi PPDB Dinilai Hilangkan Sekolah Favorit, Apa Pendapat Guru?

Kompas.com - 26/06/2019, 20:26 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memulai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di seluruh Indonesia. Salah satunya termasuk jenjang SMA di Provinsi DKI Jakarta yang pendaftarannya berlangsung sejak Senin (24/6/2019) sampai Rabu (26/6/2019).

Seleksi PPDB SMA di DKI tahun ini menggabungkan antara sistem zonasi dan nilai ujian nasional (UN) jenjang SMP.

Penerapan sistem ini diharapkan mampu meniadakan sekolah favorit sehingga semua anak berkesempatan memperoleh pendidikan berkualitas yang lebih merata.

Pelaksanaannya mendapat tanggapan dari para guru. Salah satunya Maryono, guru Matematika sekaligus Ketua Panitia PPDB 2019/2020 SMAN 28 Jakarta.

Guru siap mengajar

Menurutnya, para guru di semua sekolah harus siap mengajar siswa dengan kemampuan dan latar belakang berbeda. Maryono berpendapat, sudah menjadi tugas seorang guru untuk mengembangkan siswa yang kemampuan belajarnya kurang.

"Seorang guru menerima murid apa pun kemampuannya itu harus sama, yang penting mengembangkan murid itu dari yang tidak bisa jadi bisa, dari yang kurang cerdas jadi cerdas," ujar Maryono di kantornya.

Baca juga: Perhatian, Pengumuman PPDB 2019 Sudah Bisa Dilihat di Sini

Adapun keberhasilannya bisa dinilai dari perkembangan siswa itu yang bisa dilihat dari prestasi hasil belajarnya.

Dia menilai pemerataan seperti ini lebih bagus karena dengan sistem zonasi bisa memperpendek jarak dari rumah siswa ke sekolah.

Dengan begitu, kemacetan lalu lintas pada pagi hari saat jam berangkat sekolah dan siang hari ketika waktu pulang sekolah diharapkan berkurang. Selain itu, ongkos perjalanan siswa juga berkurang dan bisa menghemat pengeluarannya sehari-hari.

"Pemerataan ini ada bagusnya juga, artinya zonasi mengurangi keramaian di pagi hari, juga biaya transportasi anak-anak ke sekolah," imbuhnya.

"Kami perlu kerja keras untuk mengembangkan murid yang kurang bagus, itulah tugas kami. Sesungguhnya mengembangkan siswa jadi bagus bukan berapa nilai tertingginya, tapi seberapa jauh perubahan siswa itu ketika masuk hingga keluar," jelasnya.

Reaksi masyarakat

Pandangan serupa datang dari Susrimah, guru di SMAN 26 Jakarta yang juga menjadi panitia PPDB 2019. Dia beranggapan sistem seleksi gabungan antara zonasi dan nilai UN seperti saat ini lebih jelas.

Selain dilihat dari domisilinya, nilai UN seorang anak juga akan menjadi pertimbangan agar bisa diterima di sekolah pilihannya.

"Sistem gabungan di DKI sekarang lebih jelas, diterima dari nilai walaupun zonasi juga dilihat. Itu lebih bagus bersaingnya, jadi kelihatan," ucap Susrimah.

Menurut dia, penghilangan sekolah favorit itu bisa dilakukan di suatu daerah jika menerapkan sistem zonasi murni. Namun, reaksi masyarakat juga harus dipikirkan agar kebijakan itu bisa diterima.

"Meniadakan sekolah favorit itu bisa di daerah yang tidak mempertimbangkan nilai UN, tapi tergantung masyarakatnya juga supaya tidak memberatkan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau