Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iptek Indonesia Bisa Unggul dari Amerika dan Eropa, asalkan...

Kompas.com - 26/08/2019, 17:22 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia bisa menjadi negara yang memilki daya saing dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), bahkan bisa mengungguli Amerika Serikat, China, dan negara-negara di Eropa.

Namun, untuk mencapai kondisi itu, masih banyak harus diperbaiki dalam sistem pendidikan dan penelitian di Tanah Air.

“Indonesia dapat menjadi scientific country baru di luar hegemoni Amerika Serikat, Eropa, dan China. Tapi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” ucap Bagus Putra Muljadi, ilmuwan diaspora dari Inggris, pada Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019 di Jakarta, Jumat (23/8/2019).

Menurut dia, sejumlah masalah perlu dibereskan antara lain masih lemahnya reputasi universitas dalam negeri di dunia internasional. Kemudian, masalah kualitas perguruan tinggi yang belum merata karena hampir semua universitas terbaik di Tanah Air berlokasi di Pulau Jawa.

Pendayagunaan dispora

Selain itu, para dosen juga belum begitu aktif dalam penelitian. Satu masalah lagi wajib diperhatikan belakangan ini yaitu merebaknya problem yang melibatkan unsur-unsur kesukuan dan ancaman radikalisme dalam dunia pendidikan tinggi.

Baca juga: Ilmuwan Diaspora: Kebijakan Negara Harus Berbasis Bukti Data

Namun, Bagus merasa yakin bahwa semakin dekatnya hubungan ilmuwan diaspora dengan pemerintah dan kalangan akademisi di Indonesia belakangan ini akan mampu meningkatkan daya saing iptek Indonesia dalam skala global.

“Angin segar sedang berembus sekarang. Kami percaya Indonesia sedang dalam rutenya ke arah yang lebih baik,” imbuhnya.

Beberapa alasannya yakni publik mulai melek terhadap berbagai isu tentang ilmu pengetahuan yang dipublikasi melalui jurnal ilmiah, media massa, dan situs berbasis data di bidang iptek, contohnya Scopus.

Di samping itu, sejumlah akademi ilmu pengetahuan di Indonesia pun mulai aktif menjadi penggerak dalam dunia pendidikan untuk memberi berbagai masukan bagi kebijakan modern, misalnya Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).

“Terakhir yaitu didayagunakannya diaspora. Ada Prof Deden yang sudah berperan dalam menyatukan kami ilmuwan Indonesia di luar negeri untuk memberi sumbangsih dan berkolaborasi dengan ilmuwan di dalam negeri,” tutur Bagus.

Kebijakan berbasis bukti data

Dia mengharapkan jalinan kerja sama yang semakin baik ini bisa bertambah erat dan berkualitas demi mencapai cita-cita bangsa untuk mewujudkan sumber daya manusia unggul Indonesia maju.

Untuk diketahui, rangkaian acara Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019 bertema "Bangkit dan Bersinergi" yang digelar oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah berlangsung pada 18-25 Agustus 2019 di Jakarta.

Perhelatan itu menghadirkan para ilmuwan diaspora yang selama ini tersebar di berbagai negara untuk membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing sebagai ilmuwan yang bekerja di luar negeri.

Kehadiran mereka diharapkan bisa memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia, termasuk dalam akselerasi dan transfer keilmuan, serta pengembangan dalam penelitian yang berguna agar mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi negara.

Dalam paparannya, ilmuwan diaspora bernama Bagus Putra Muljadi yang sekarang menjadi asisten profesor di Departemen Teknik Kimia dan Lingkungan, University of Nottingham, mengatakan, seiring dengan perkembangan zaman, para ilmuwan diaspora menginginkan supaya pemerintah menghasilkan kebijakan yang berdasarkan pada bukti dan melibatkan perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com