KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Program Studi Ilmu Komunikasi (Aspikom) pusat Muhammad Sulhan menjelaskan bahwa dalam dunia kerja profesional yang berhubungan dengan ilmu komunikasi, ada perbedaan antara tugas (task) dan pekerjaan (job).
Menurut dia, kesempatan kerja membutuhkan orang yang memiliki kompetensi dalam bidangnya, di sinilah orang itu akan mendapatkan tugas, tetapi belum tentu dia memperoleh pekerjaan tetap.
Tugas yang berkaitan dengan ilmu komunikasi akan selalu ada. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan ingin menjalin hubungan dan membangun relasi yang lebih luas dengan lingkungan di sekitarnya, tentunya dibutuhkan seseorang yang bisa mengerjakan tugas itu.
“Di lembaga apa pun, tidak mungkin tidak ada orang yang tugasnya mengomunikasikan sesuatu. Selama task-nya itu, pasti perusahaan butuh orang komunikasi,” ujar Sulhan saat ditemui di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Baca juga: Seksi Prodi Komunikasi Peminat Naik 200 Persen per Tahun, Kenapa?
Namun, lanjutnya, jika terkait dengan pekerjaan maka dibutuhkan sertifikasi keahlian, itulah yang disebut sebagai kompetensi. Maka dari itu, keberadaan lembaga sertifikasi profesi diperlukan untuk menentukan standar kompetensi tersebut.
Sebab, penentuan kompetensi akan membantu pekerjaan seseorang sebagai ahli dalam konteks profesi yang digelutinya.
“Misalnya ahli dalam menata kata, dia pilih jadi wartawan atau di periklanan. Task-nya masuk dalam dunia kerja yang disebut job kompetensi, dihargai sesuai profesionalismenya,” imbuhnya.
Sulhan berpendapat, pada dasarnya tidak ada lulusan ilmu komunikasi yang akan menjadi pengangguran karena begitu banyak pekerjaan yang berhubungan dengan itu.
Kalaupun ada yang sampai menganggur, pasti orang itu sedang mencari pekerjaan dan akan segera mendapatkannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Bicara mengenai gaji, menurut dia, bila itu terkait dengan tugas maka tidak ada standar tertentu karena jumlahnya bisa berbeda-beda di setiap lembaga atau perusahaan, tergantung kemampuan keuangan masing-masing.
“Tidak ada gaji khusus untuk itu, tapi orang yang digaji untuk itu ada. Dan kita terjebak memahami karier itu di dunia profesional,” ucap Sulhan.
Dia pun mencontohkan fenomena kemunculan Youtuber yang makin marak belakangan ini. Jika ditelaah lebih lanjut, bisa dikatakan tidak ada definisinya dalam dunia profesional.
Namun, lingkup pekerjaannya masuk ke bidang hiburan karena dia bertugas menyebarkan konten yang positif sekaligus menghibur masyarakat.
“Jadi kalau berkaitan dengan task ini, tidak ada orang komunikasi dengan segala keahlian jadi penganggur. Kalau dia menggangur berarti hanya ingin mengejar profesinya tadi. Jadi harus dibedakan mana task atau tugas dan job atau pekerjaan,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.