Soal Gugatan Hukum Tidak Naik Kelas, Sebaiknya Demi Kebaikan Siswa...

Kompas.com - 30/10/2019, 19:45 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ombudsman RI meminta gugatan perdata orangtua terhadap empat guru SMA swasta yang diduga menyebabkan anaknya tidak naik kelas harus kembali berorientasi pada kebaikan siswa.

Seperti diberitakan sebelumnya, satu orangtua murid SMA Kolese Gonzaga, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ia menggugat sekolah tersebut karena anaknya yang duduk di kelas XI tidak naik kelas. Gugatan secara perdata itu dilakukan terhadap empat guru yang diduga menyebabkan anaknya tidak naik kelas.

"Gugatan pengadilan itu memang hak, harus dihormati, tapi orientasi dari penyelesaian tidak naik kelas tersebut harus demi kebaikan siswa," ucap Kepala Keasistenan 7 Ombudsman RI Ahmad Sobirin ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (30/10/2019).

Dahulukan kepentingan siswa

Sobirin menyampaikan harus diakui bahwa keputusan terhadap kenaikan kelas seorang siswa berada di tangan pihak sekolah. Artinya, layak atau tidaknya seorang siswa naik kelas bisa dinilai dari hasil belajarnya selama setahun.

Baca juga: Bisakah Sekolah Digugat Ketika Anak Tidak Naik Kelas?

"Intinya terkait dengan keputusan kenaikan kelas memang ada di pihak sekolah, yaitu jika siswa dinyatakan tidak memenuhi kriteria dalam standar penilaian," kata Sobirin.

Terkait gugatan perdata yang dilakukan orangtua, Ombudsman RI menyatakan setiap warga negara berhak mengajukan gugatan jika mengalami ketidakpuasan atas suatu perkara.

Dalam hal sengketa antara orangtua murid dan pihak sekolah ini, seharusnya pengajuan gugatan itu dilakukan agar memberi pembelajaran tentang cara menyelesaikan masalah dan untuk kebaikan murid yang bersangkutan.

Ia menambahkan, pada prinsipnya Ombudsman menyarankan kepada pihak sekolah dan orangtua murid agar mendahulukan kepentingan siswa dan mencari jalan keluar yang terbaik.

Kewenangan profesional guru

Penilaian itu, lanjutnya, tentu harus disesuaikan dengan peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Mengacu pada regulasi tersebut, seorang siswa dinyatakan bisa naik kelas jika telah memenuhi kriteria penilaian yang dibuat sesuai standar tertentu.

"Jika memang siswa memenuhi kriteria penilaian, harusnya naik kelas. Tentunya mengacu pada peraturan terkait, termasuk aturan yang dibuat oleh pihak sekolah harus merujuk pada Permendikbud tersebut," tutur Sobirin.

Hal senada disampaikan Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti. Ia menyampaikan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru memiliki 12 hak. 

Pada poin ke-6 terkait hak profesional itu disebutkan, “Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan”.

Menghormati proses hukum

Dengan demikian, lanjutnya, sekolah dan para guru memiliki kewenangan dalam memberikan nilai dan memberikan sanksi sepanjang hal tersebut sesuai dengan fakta atau data yang bisa dipertanggungjawabkan, sesuai dengan norma, kode etik, dan peraturan perundangan lainnya yang terkait.

Retno menambahkan, peraturan perundangan juga menjamin bahwa rapat dewan pendidik dalam memberikan sanksi dan nilai tidak dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Namun, Retno melanjutkan kasus ini adalah jenis gugatan perdata.

"Sepanjang dewan guru dan sekolah sudah menjalankan semua tugas dan fungsi dengan benar, maka keputusan tersebut tentunya akan dapat dipertanggungjawabkan di muka pengadilan. Mari kita hormati proses ini," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau