KOMPAS.com - Dosen Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus pengamat Ekonomi Energi, Fahmy Radhi memberikan tanggapan terkait kondisi Jakarta dengan kualitas udara terburuk nomor empat di dunia pada Rabu (16/8/2023) lalu.
Ada beberapa faktor yang dinilainya sebagai penyumbang kualitas udara buruk di Jabodetabek, di antaranya pembuangan emisi dari transportasi yang menggunakan energi fosil dan aktivitas industri di wilayah Jabodetabek.
Fahmy mengakui, ada 3 PLTU yang beroperasi di sekitar Jabodetabek, yakni PLTU Suryalaya, PLTU Banten, dan PLTU Lontar.
Baca juga: Pengamat Iklim UGM: Kemarau, Polusi Udara Makin Tinggi
Namun, menurut dia emisi karbon ketiga PLTU itu sudah sangat rendah.
Ketiga PLTU, lanjut dia, sudah menekan di bawah ambang batas emisi sesuai ketentuan Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia No 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi.
Kementerian LHK bahkan pernah menganugerahkan Proper Emas kepada ketiga PLTU tersebut sebagai penghargaan tertinggi bagi perusahaan yang terbukti melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan.
“Penghargaan itu sangat tepat karena selama ini ketiga pembangkit itu sudah menerapkan teknologi Electrostatic System Precipitator (ESP) yang mengendalikan abu hasil proses pembakaran dan menjaring debu PM 2,5 sehingga tidak berhamburan yang mencemari udara,” ujar Fahmy dilansir dari keterangan resmi UGM.
Fahmy menyimpulkan, kualitas buruk udara di Jabodetabek berasal dari asap kendaraan bermotor dan asap pabrik sebagai penyumbang terbesar polusi.
Baca juga: Apakah Minum Suplemen Dapat Merusak Ginjal? Ini Penjelasan Dokter UGM
Mengingat polusi udara Jabotabek sudah sangat ekstrem, Fahmy mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang juga ekstrem.
Untuk menekan polusi dari kendaraan bermotor, Fahmy menyarankan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ganjil-genap kendaraan pribadi di seluruh wilayah Jabodetabek selama 24 jam.
Kebijakan ini diharapkan akan mengurangi setengah jumlah kendaraan pribadi yang melaju di jalanan Jabodetabek.
Untuk mendukung kebijakan itu, Pemerintah DKI diharuskan menambah bus angkutan massal berbasis listrik dan lebih serius lagi dalam pengembangan ekosistem Electric Vehicle.
“Sedang untuk mengatasi polusi udara dari asap pabrik, pemerintah harus menindak tegas perusahaan yang tidak mengolah limbah dan masih menghasilkan asap yang memperburuk polusi udara. Semua itu harus ditempuh, tanpa kebijakan ekstrem, kita berharap banyak untuk mampu menekan laju polusi udara buruk dan tidak sehat di wilayah Jabodetabek,” terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.