KOMPAS.com - Pendidikan adalah fondasi dari kemajuan suatu bangsa. Di balik setiap murid yang sukses, terdapat guru yang telah berdedikasi untuk membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan.
Namun, baru-baru ini, sebuah penelitian global yang dipublikasikan di AERA Open, Journal American Educational Research Association, mengungkapkan bahwa guru-guru di seluruh dunia merasa tidak dihargai sebagaimana seharusnya.
Profesor bidang pendidikan Pennsylvania State University yang menyelenggarakan penelitian ini, Soo Yong Byun, mengatakan bahwa sebagian besar guru global merasa diremehkan oleh masyarakat, media, serta pembuat kebijakan.
Baca juga: Peneliti Unpad: Akankah Teknologi AI Menggantikan Peran Pekerja Media?
“Secara keseluruhan, para guru merasa mereka tidak dihargai dengan baik di masyarakat di berbagai negara,” kata Byun yang dilansir pada situs resmi Pennsylvania State University, Rabu (13/09/2023).
Byun dan timnya menyelidiki persepsi guru terhadap nilai pekerjaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menganalisis data Teaching and Learning International Survey (TALIS) tahun 2018, yang melibatkan sekitar 112.000 guru.
Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas guru merasa tidak dihargai di hampir seluruh negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebuah lembaga antar pemerintah dengan 38 negara anggota yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global.
Baca juga: Praktisi Pendidikan: Orangtua Harus Peduli Kesehatan Mental Anak
Peneliti juga mengamati implikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nilai pekerjaan di empat negara berbeda dengan konteks kebijakan guru yang beragam, yaitu Amerika Serikat, Australia, Finlandia, dan Korea.
Dari data tersebut, ternyata hanya 24,5 persen guru yang menyatakan bahwa mereka merasa dihargai di masyarakat. Lalu, hanya 18,4 persen guru yang merasa dihargai oleh media.
Selain itu, hanya 13,3 persen dari mereka yang merasa dihargai oleh pembuat kebijakan. Bahkan hanya sebesar 22,5 persen guru yang merasa memiliki pengaruh terhadap pembuatan kebijakan pendidikan.
Baca juga: Kurangi Jumlah Guru Honorer, Kemendikbud Jalani 3 Pilar Solusi Ini
“Secara keseluruhan, para guru merasa mereka tidak dihargai dengan baik di masyarakat di berbagai negara,” ucap Byun.
Menurutnya, hanya satu dari empat guru sekolah menengah yang mengatakan bahwa mereka merasa dihargai di masyarakat. Lebih lanjut, mereka juga merasakan ketidakpuasan kerja.
Studi ini mengungkapkan perbedaan antar negara dalam hubungan kompensasi dan keputusan sekolah dengan pandangan guru terhadap nilai pekerjaan.
Baca juga: Tambah 6, Kini ITS Punya 168 Guru Besar
Di Amerika Serikat, guru yang puas dengan gajinya, memiliki otonomi kelas yang lebih besar, serta terlibat dalam keputusan sekolah dan kebijakan, cenderung melaporkan kepuasan terhadap gaji mereka serta merasa dihargai dan berpengaruh.
Temuan serupa juga berlaku di Australia dan Finlandia. Namun, di Korea, keterlibatan guru dalam keputusan kurikulum tidak selalu menunjukkan rasa dihargai.
Baca juga: Tidak Diangkat Tahun Ini, 12.276 Guru P1 Akan Diakomodir pada 2024
Hal ini disebabkan oleh standarisasi kurikulum di Korea yang dapat membatasi otonomi guru dan menimbulkan ketegangan dengan pemerintah.