Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UB Dorong Pemprov Jatim Jadi Pionir Penerapan Kurikulum Kebencanaan

Kompas.com - 03/12/2023, 13:30 WIB
Nugraha Perdana,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai belum komprehensif dalam upaya preventif untuk mitigasi bencana di Jawa Timur. Hal itu diungkapkan oleh Pakar Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof Sukir Maryanto.

Dia mengatakan, pemerintah selama ini masih mengutamakan tindakan responsif saja ketika ada bencana. Prof Sukir berharap, Pemprov Jatim atau pemerintah daerah yang ada di Jawa Timur bisa mempunyai upaya preventif dalam mitigasi bencana melalui pendidikan.

"Karena mindsetnya responsif, harus diubah menjadi preventif. Oke saya punya dana cadangan untuk bencana tapi ketika ada bencana, padahal enggak gitu," kata Prof Sukir, Minggu (26/11/2023).

Baca juga: Beasiswa S2-S3 Oxford University 2024, Tunjangan Rp 362 Juta Per Tahun

Menurutnya, observasi data menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam upaya preventif atau mitigasi bencana. Dia mengungkapkan, bahwa setiap daerah di Jawa Timur memiliki potensi rawan bencana yang harus dihimpun pendataan secara mendalam.

"Contoh kalau di daerah Bojonegoro, Tuban, itu rawannya banjir, kemudian kalau dari daerah selatan, mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi itu adalah rawan gempa dan Tsunami, daerah tengah itu rawan longsor, dan lainnya," katanya.

Selain itu, lanjut dia, di Jawa Timur terdapat 8 gunung aktif. Diantaranya, Gunung Semeru, Gunung Raung, Gunung Arjuno, Gunung Lamongan, Gunung Ijen, Gunung Kelud, Gunung Bromo dan Gunung Welirang.

Prof Sukir menyampaikan, pemerintah belum secara masif monitoring kebencanaan di kawasan gunung api. Menurutnya, hidup berdampingan dengan gunung berapi perlu adanya kesadaran dari dalam diri masyarakat maupun semua stakeholder terkait kebencanaan.

Baca juga: 5 Beasiswa S1-S3 Luar Negeri Tanpa Wawancara, Cukup Kirim Berkas

"Kesadaran kebencanaan secara berangsur harus diubah menjadi budaya sadar bencana pada segenap lapisan masyarakat dan lintas sektoral dan lintas," katanya.

School Watching atau Town Watching bisa menjadi upaya untuk mengubah kesadaran diri menjadi suatu budaya terhadap kebencanaan.

"School Watching kan lingkupnya di sekolah, kalau Town Watching kan lingkupnya di kota atau desa mereka sendiri. Karena masyarakat daerah sekitar bencana yang paham, yang tahu karakternya yang bisa mengevakuasi dirinya sendiri ketika ada bencana, mereka sendiri yang menghadapinya," katanya.

Dalam penerapannya, kurikulum pendidikan tentang kebencanaan bisa menjadi strategi untuk menumbuh kembangkan kesadaran di kalangan anak-anak. Hal ini bisa dilakukan dari tingkat pendidikan TK, SD, SMP hingga SMA sederajat.

"Jika belum bisa dinasionalisasi, bisa dimulai dari kurikulum lokal (muatan lokal dengan kerjasama daerah-daerah yang bersedia sebagai perintis)," katanya.

Baca juga: Kisah Wisli, Kenalkan Sepeda Bambu di Turnamen Sepeda Jepang hingga Perancis

Support anggaran dari pemerintah juga harus hadir dalam menerapkan kurikulum kebencanaan. Harapannya, ketika kurikulum kebencanaan dapat diterapkan maka tingkat keberlanjutan hidup masyarakat sekitar daerah rawan bencana dapat berlangsung lebih lama.

"Bisa menjadi kurikulum yang preventif dan sebagainya, harus dialokasikan (anggaran) disitu, harus sudah mulai menyentuh dengan meningkatkan budaya sadar bencana," katanya.

Dia mencontohkan salah satu daerah di Jawa Timur yakni Lumajang yang dekat dengan Gunung Semeru sudah mulai terbuka untuk memahami pentingnya pendidikan kebencanaan.

Namun, Prof Sukir berharap, kesadaran tersebut diikuti oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur. Atau, tidak hanya setelah bencana datang dan masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan kebencanaan.

"Saya tidak bisa mengatakan, satu persatu, tetapi yang responsif yang sering di Semeru, berarti Semeru sudah bagus dalam artian ada perkembangan signifikan, karena disana sudah open, dalam artian Pak Bupati dengan akademisi, semua NGO," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau