Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Butuh Banyak Sarjana Teknik!

Kompas.com - 23/04/2015, 11:46 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia terkenal sebagai surga investasi dunia. Tingginya jumlah sumber daya manusia dan kekayaan alam yang melimpah, juga tawaran menggiurkan tentang harga tenaga kerja produktif yang kompetitif, menjadi alasan utama para investor dunia menanamkan modalnya di sini.

Sayangnya, di tengah perkembangan industri dan teknologi yang semakin pesat, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia kompeten, terutama di sarjana bidang engineering. Padahal, mereka merupakan penggerak utama dunia industri.

Berdasarkan riset Said Didu pada 2011, pasokan sarjana teknik dalam negeri hanya sebesar 37.000 per tahun. Padahal, masih menurut riset yang sama, pada 2010-2015 rata-rata kebutuhan sarjana teknik di Indonesia meningkat menjadi 57.000 per tahun.

Sementara itu, pada periode 2015-2020 diperkirakan melonjak menjadi rata-rata 90.500 per tahun. Padahal, pada periode tersebut perkiraan jumlah sumber daya manusia yang dapat disediakan hanya 75.000. Artinya, Indonesia membutuhkan tambahan sumber daya muda untuk mengejar ketertinggalan itu.

Melihat kondisi itu, ASO College Group, sebagai salah satu penyedia institusi teknik di Jepang segera memperluas investasinya ke Indonesia dalam bentuk pendidikan. Alasan lainnya adalah degradasi pertumbuhan penduduk Jepang yang menyebabkan mereka kekurangan sumber daya manusia muda di tengah kebutuhan industri otomotif akan para insinyur baru.

Tahun lalu rencana ASO College Grop terwujud setelah mengukuhkan kerjasamanya dengan Binus University. Kerjama itub bertujuan memcetak sarjana-sarjana teknik yang kompeten, kompetitif dan siap terjun langsung ke dunia industri bertaraf internasional.

"Kebutuhan akan engineer di Indonesia semakin meningkat dengan banyaknya investasi asing yang terus tumbuh. Artinya, kita harus mencetak banyak sarjana teknik yang kompetitif," ujar Sofyan Tan, Head of Automotive and Robotics Engineering Program Binus – ASO School of Engineering (BASE) saat ditemui KOMPAS.com di Kampus Kijang, Senin (20/4/2015).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ilustrasi. Perusahaan otomotif merupakan pembeli lahan Kawasan Industri terbesar, sekitar 72 persen.

Industri otomotif

Masih menurut Sofyan, saat ini investasi asing di industri otomotif terus berkembang pesat, terutama dari Jepang. Karena itu, Indonesia perlu mengambil peluang emas tersebut.

Perkembangan industri otomotif, jelas Sofyan, tidak hanya melulu dari perusahaan-perusahaan besar seperti Honda, Toyota atau Daihatsu. Kini, industri-industri yang masuk semakin berkembang, terutama produsen utama komponen mobil, antara lain Denso, Aisin, Showa, Yorozu, Unipress, Yazaki, dan lainnya.

"Walau terdengar kurang familiar, perananan industri-industri itu sangat penting, karena merekalah yang memproduksi komponen mobil. Misalnya, menyediakan komponen rem mobil, AC, dan banyak lagi. Jadi, sebenarnya untuk membuat satu jenis kendaraan saja dibutuhkan sinergi dari banyak industri otomotif. Di sinilah peluang kita," kata Sofyan.

Ke depan produk otomotif akan sarat dengan penggunaan teknologi robot yang tertanam dalam kendaraan maupun pada proses produksinya. Teknologi robot ini, menurut Sofyan, memungkinkan berkembanganya berbagai fitur cerdas pada kendaraan atau efisiensi proses produksi pada kendaraan dan komponennya sendiri.

"Karena itu, saat ini engineer yang mumpuni dalam mendesain otomatisasi kendaraan maupun proses produksi seperti itu sangat dibutuhkan di industri otomotif dan  industri manufaktur lainnya," ujarnya.

AFP PHOTO / BAY ISMOYO Ilustrasi: industri otomotif

Industri kreatif

Saat ini, industri kreatif menjadi salah satu mesin penggerak perekonomian bangsa. Dengan menggabungkan kemajuan teknologi, seni bentuk dan pengetahuan untuk menganalisa kebutuhan manusia masa kini, industri ini telah melahirkan banyak inovasi baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com