Industri Indonesia Wajib Kompak Bangun Kekuatan!

Kompas.com - 13/06/2015, 13:59 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

Menurut Sofyan Tan, Head of Automotive and Robotics Engineering Program Binus – ASO School of Engineering (BASE), peranan industri penghasil komponen mobil sangat lah penting. Mereka bertugas menyediakan komponen semisal rem mobil, AC, dan banyak lagi.

“Jadi, sebenarnya untuk membuat satu jenis kendaraan saja dibutuhkan sinergi dari banyak industri otomotif. Di sinilah peluang kita," kata Sofyan saat ditemui KOMPAS.com di Kampus Kijang, Jakarta Barat. 

Data Kemendag juga menunjukkan, selama periode 2009-2013 saja, total nilai import produk komponen kendaraan roda empat Amerika Serikat mencapai 240,47 miliar dolar AS atau setara Rp 3.199,6 triliun. Nilai itu terus tumbuh rata-rata 17,9 persen setiap tahunnya.

Di bawah AS, Jerman menyusul dengan total nilai impor hingga 35,11 miliar dolar AS pada 2013. Selanjutnya, China, Kanada, Meksiko, Spanyol, Inggris Raya, Perancis, Rusia, serta Belgia masuk barisan sepuluh besar pengimpor komponen kendaraan bermotor.

Bahu membahu

Melihat peluang emas tersebut, industri manufaktur otomotif Tanah Air tentu wajib untuk terus belajar, berkomitmen terhadap kualitas produk, dan cerdik menggaet pasar. Jika digarap maksimal, industri ini mampu menyokong sendi perekonomian bangsa.

Semua harus bahu membahu, tentu saja. Perusahaan otomotif berskala besar yang telah stabil harus mendorong perkembangan perusahaan berskala lebih kecil, terutama jika mereka memiliki kerja sama bisnis. Misalnya, antara industri penghasil mobil jadi dan produsen komponen.

“Secara riil, 60-70 persen bisnis Toyota justru ada pada supplier. Kualitas produk komponen mobil dari supplier sangat mempengaruhi kualitas produk mobil Toyota nantinya,” ujar Director Production and Logistic Control PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Edward Otto Kanter, saat ditemui KOMPAS.com di kantornya, Senin (8/6/2015).

“Akhirnya, dibentuklah unit khusus yang fokus mengembangkan supplier, yaitu unit Operations and Management Development,” tambahnya.

Sampai saat ini, unit tersebut telah memberikan pelatihan dasar manufaktur kepada sekitar 18 perusahaan rekanan. Menurut Edward, masing-masing proyek kerja sama ini bisa memakan waktu sekitar 1-5 tahun.

“Proyeknya jangka panjang. Untuk membuat satu model line produksi, rata-rata kita targetkan selesai satu tahun. Tapi, sampai benar-benar kita lepas itu, ya, bisa lima tahunlah,” tuturnya. 

Efek domino

Pada dasarnya, unit Operations and Management Development memberikan pengetahuan dan pembekalan dasar tentang sebuah konsep produksi manufaktur lean khas Toyota, yaitu Toyota Production System (TPS). (Baca: Bangun Kualitas, Manufaktur Wajib Kerja Cerdas!)

Konsep TPS mengedepankan proses produksi efisien, bebas dari pemborosan, dan mampu menghasilkan nilai produk tinggi bagi konsumen. Konsep ini kemudian turut diterapkan dalam proses produksi industri rekanan Toyota yang dinilai masih perlu ditingkatkan. 

www.shutterstock.com Lean manufacturing artinya menghilangkan pemborosan-pemborosan dalam proses produksi sehingga kualitas dan nilai produk menjadi lebih baik.

Contohnya, salah satu produsen komponen Axel dan poros baling-baling berlokasi di Jakarta Utara. Berdasarkan prinsip TPS, mereka dilatih meningkatkan standar kerja, mengurangi pemborosan produksi, dan mengaplikasikan Just in Time dan Jidoka (Baca: Belajar Kerja Sigap untuk Hasil Produksi Maksimal!)

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau