KOMPAS.com - "Sudah syukur mendapat beasiswa". Rasanya, ungkapan itu akan semakin jarang terdengar di era berlimpahnya ketersediaan beasiswa. Yang terjadi sekarang justru pelamar bingung ketika harus memilih beasiswa mana yang paling "ok", karena mereka diterima di lebih dari satu beasiswa.
Itu tentu sungguh suatu kemewahan. Tapi, pertanyaannya, apa sih definisi beasiswa ideal?
Banyak penerima beasiswa melihat nilai dari suatu beasiswa secara pragmatis, hanya dari sisi untung rugi (cost-benefit) saja. Memang, itu bisa dikatakan logis. Siapa yang tidak menginginkan beasiswa dengan coverage paling optimal yang dapat memenuhi semua kebutuhan pada saat studinya?
Tak hanya itu. Masih banyak insentif lain yang dapat menambahkan kenyamanan si penerima beasiswa selama masa studinya.
Namun, selain itu ada baiknya melihat faktor-faktor lain yang seringkali luput sebagai bahan pertimbangan, antara lain kerapihan administrasi dan pengelolaan beasiswa oleh lembaga pemberi beasiswa atau donor. Apakah birokrasinya berbelit, dan bagaimana tingkat kualitas pelayanan terhadap awardee? Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang diberikan untuk persiapan keberangkatan, baik itu bersifat administratif maupun persiapan mental.
Plus, perlu juga dicermati kualitas interaksi dengan para penerima beasiswa pada saat mereka menjalani masa studi. Misalnya, seberapa responsif lembaga pemberi beasiswa membantu mereka yang menemui kesulitan dalam beradaptasi dengan kultur akademik dan sosial yang baru.
Faktor penting lain yang tidak boleh dilupakan adalah reputasi dan prestise dari beasiswa. Sebabnya, hal tersebut juga ditentukan oleh reputasi organisasi pemberi beasiswa itu sendiri.
Pun, tak kalah pentingnya adalah nilai strategis beasiswa, terutama dalam kaitannya dengan prospek jangka panjang, seperti adanya jaringan alumni yang kuat dan nilai tambah lain untuk dapat meningkatkan daya saing awardee di masa depan.
Relevan dan mendidik
Wajar jika semakin banyak fasilitas dan benefit yang ditawarkan oleh suatu beasiswa, maka beasiswa tersebut akan semakin menarik. Namun, seyogiyanya lembaga pemberi beasiswa juga harus dapat menentukan insentif dan keuntungan yang tepat ditawarkan kepada para penerima beasiswa.
Ya, jangan sampai pemberi beasiswa terperangkap memberikan insentif yang kurang relevan dan kurang "mendidik", dan bahkan terlalu memanjakan. Bukankah hampir semua beasiswa mencari calon pemimpin masa depan yang harapannya memiliki nilai-nilai yang tidak sekedar diukur oleh materi?
Jadi, tak berlebihan jika secara prinsipil beasiswa ideal adalah beasiswa yang menempatkan awardee sebagai sentral, sebagai subyek, sebagai customer. Beasiswa yang menganggap awardee sebagai assets, bukan liabilities, awardee sebagai investasi yang harus di-nurture dan bukan biaya (cost) yang menjadi beban.
Pun, bukan juga beasiswa yang mengatakan kepada kepada para penerimanya bahwa "Anda beruntung mendapatkan beasiswa ini". Namun, sebaliknya, beasiswa yang dapat membuat penerimanya lantang mengatakan, "Saya mendaptkan beasiswa ini karena I deserve this scholarship".
Nah, selamat memilih beasiswa terbaik!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.