Kuliah di Luar Negeri, Bersiaplah Hadapi "Gegar Budaya"!

Kompas.com - 21/10/2016, 17:51 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
– Banyak pelajar Indonesia merantau ke negeri orang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Alasan paling utama karena mereka ingin mendapatkan pendidikan bertaraf internasional sekaligus menjajal pengalaman baru.

Tercatat, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri berjumlah 50.000-60.000 orang. Bahkan di Belanda, pelajar Tanah Air menempati urutan kelima terbanyak dari total mahasiswa internasional yang menimba ilmu di sana.

Nadia Rachma Pratiwi salah satunya. Wanita asal Yogyakarta ini tengah merampungkan pendidikan sarjana International Finance and Accounting di Saxion University, Belanda.

Dia memilih merantau ke negeri orang, salah satunya, karena ia ingin mengenal lebih banyak orang dari berbagai latar belakang budaya di dunia. Benar saja, teman sekelas Nadia datang dari banyak negara.

"Kadang, kami berdiskusi dan berdebat mengenai budaya masing-masing. Tapi, semua orang di sini saling menghormati dan terus belajar untuk mengatasi perbedaan-perbedaan ini," kata Nadia ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2016).

Menurut situs resminya, sekitar 14 persen dari total 26.000 mahasiswa Saxion University berasal dari luar Belanda. Kampus ini menampung pelajar dari 89 negara lain di dunia.

"Keragaman ini mendorong kami (mahasiswa) untuk saling berbincang, berdiskusi, berdebat, dan mencoba mengerti satu sama lain, membangun dinding toleransi antar-mahasiswa," tutur Nadia.

Universitas pun menganggap keberadaan mahasiswa internasional sebagai salah satu elemen penting. Menurut Recruitment and Partnerships Officer Sanxion University, Jasja Bos, pelajar internasional memberikan banyak pelajaran berharga bagi pengelola kampus.

"Hal ini sangat penting dalam dunia global sekarang. Mayoritas mahasiswa kami berasal dari Belanda, kami pikir mereka pun bisa belajar banyak dari pelajar internasional," ucap Bos, Rabu (19/10/2016).

Lebih dari itu, perkuliahan di sana juga mengedepankan relevansi antara ilmu pengetahuan dan aplikasinya di dunia kerja. Selama tiga tahun berkuliah, Nadia sering diberikan kasus-kasus nyata oleh dosen di kelas.

"Kadang kami (mahasiswa) diminta mencari solusi dari kasus tersebut," ucapnya.

M LATIEF/KOMPAS.com Mahasiswa internasional datang dari beragam tempat, kampus pun menjadi media memperluas pengetahuan tentang budaya.

Relevansi antara ilmu dan penerapan pun kian mantap karena mahasiswa punya kesempatan bekerja di perusahaan di Belanda. Mahasiswa diminta melakukan internship biasa dan magang untuk kebutuhan skripsi.

Dalam skripsinya, ucap Nadia, mahasiswa tingkat akhir memang diwajibkan membahas tantangan yang dihadapi perusahaan tempat mereka magang. Dengan bantuan dosen pembimbing skripsi, mahasiswa itu dituntut pula mencari jawaban atas tantangan tersebut.

"Kami juga ditantang untuk mencari perusahaan tempat magang sendiri," tambah Nadia.

Perlu kerja keras

Tantangan untuk mahasiswa internasional, umumnya sudah dimulai dari perkara bahasa. Paparan materi dari dosen, proses diskusi di ruang kuliah, hingga penggarapan tugas pun memakai bahasa Inggris.

Tantangannya, penggunaan bahasa Inggris untuk kebutuhan kuliah berbeda dengan keperluan perbincangan sehari-hari. Kendala ini, aku Nadia, juga sempat menimpanya pada masa awal perkuliahan.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau