JAKARTA, KOMPAS.com — Penceramah Dedeh Rosidah atau Mamah Dedeh dikritik lantaran menyamakan penyandang autisme dengan orang yang terlalu asyik dengan gawai atau gadget. Hal ini diungkapkan ketika Mamah Dedeh bercemarah di sebuah stasiun televisi pada pertengahan Juli 2015.
"Maaf, saya sekarang lihat banyak orang yang autis gara-gara HP (handphone). Ada saudaranya, ada lakinya, ada anaknya, ngariung duduk, cengar-cengir aja sendirian begini, kayak orang gokil," ujar Mamah Dedeh.
Seorang penyandang autisme, Istiaq Mumu, pun membuat petisi online di Change.org. Melalui petisi tersebut, Istiaq mengatakan, alih-alih mengedukasi tentang autisme sebagai gangguan tumbuh kembang pada anak, Mamah Dedeh malah terkesan menjadikannya sebagai bahan olok-olok.
"Sebagai seorang pendakwah, seharusnya Mamah Dedeh memastikan terlebih dahulu agar ucapan yang dilontarkan oleh dia tidak menyinggung anak yang tidak bersalah ataupun melukai hati orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus atau ABK," ucap Istiaq.
"Dengan menggunakan kata 'autis' sebagai kata cemoohan, maka bertambah lagi satu mata pisau yang harus saya hadapi setiap hari yang bisa ditancapkan ke saya oleh orang-orang awam di sekitar saya," katanya.
"Autisme bukan sebuah bahan lelucon, autisme bukan sebuah ejekan. Ia adalah sebuah gangguan tumbuh kembang pada anak yang memerlukan penanganan khusus dan penerimaan dari masyarakat, bukan dijadikan cemoohan atau ejekan," katanya.
Berikut ini petisi online tersebut:
Pada tanggal 14 Juli 2015 yang lalu, Mamah Dedeh dalam acaranya menggunakan kata "Autis" sebagai penyebutan bagi orang yang apatis terhadap lingkungannya karena terlalu asyik dengan gawai (gadget) mereka. Pengguna kata autis yang dilakukan public figure seperti pada kasus Inul (yg lalu meminta maaf), kasus band Syauqi yg menggunakannya dalam lirik lagu mereka, dapat menimbulkan efek buruk.
Alih-alih mengedukasi tentang austime sebagai gangguan tumbuh kembang pada anak, hal ini malah membudayakan hal yang salah, bahwa autisme itu adalah sesuatu yang bisa dijadikan bahan olok-olok ejekan, sehingga masyarakat menganggap hal yang salah ini sebagai sebuah kewajaran dan dianggap biasa saja. Saya sebagai anak penyandang autis merasa sedih bahwa keistimewaan saya dijadikan bahan olok-olok atau dipakai untuk mencemooh orang lain.
Mereka tidak merasakan apa yang saya rasakan, pergulatan saya setiap hari untuk bisa memahami interaksi sosial yang terjadi di sekeliling saya, bahwa saya harus menerima ejekan karna saya berbeda. Dengan menggunakan kata "Autis" sebagai kata cemoohan, maka bertambah lagi satu mata pisau yang harus saya hadapi setiap hari yang bisa ditancapkan ke saya oleh orang-orang awam di sekitar saya.
Sebagai seorang pendakwah, seharusnya Mamah Dedeh memastikan terlebih dahulu agar ucapan yang dilontarkan oleh dia tidak menyinggung anak yang tidak bersalah ataupun melukai hati orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus atau ABK.
Autisme bukan sebuah bahan lelucon, autisme bukan sebuah ejekan. Ia adalah sebuah gangguan tumbuh kembang pada anak yang memerlukan penanganan khusus dan penerimaan dari masyarakat, bukan dijadikan cemoohan atau ejekan. Atas nama anak berkebutuhan khusus autisme lainnya, saya meminta Komisi Penyiaran Indonesia mengambil tindakan yang perlu untuk melarang penggunaan kata "Autis" sebagai ejekan bagi orang yg apatis karena keasyikan menggunakan gawai, baik berupa himbauan dan/atau teguran.
Kami juga menuntut agar PT Indosiar Visual Mandiri dan Mamah Dedeh mengeluarkan permintaan maaf secara publik karena menggunakan kata "autis" secara sembarangan, dan tidak lagi mengulangi hal tersebut. Kami meminta agar Mamah Dedeh maupun para pendakwah, selebritis dan pembawa acara tidak menggunakan kata autis secara sembarangan. Hormati Anak Berkebutuhan Khusus. Mereka berhak dihormati layaknya manusia lainnya.
Petisi ini dapat dibaca di sini:
Stop Menggunakan Kata "Autis" sebagai Ejekan
https://edukasi.kompas.com/read/2015/07/31/04421021/samakan-penyandang-autisme-dengan-orang-yang-asyik-dengan-ponsel-mamah-dedeh