JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pemuda berpakaian Betawi luwes mengajak penonton ikut bersyair menambah ceria pementasan yang digelar di Galeri Indonesia Kaya (GIK) Jakarta pada Rabu, 19 Juli 2017 kemarin.
Meskipun mengundang tawa, ini bukan lenong, melainkan gambang rancag, salah satu seni khas Betawi juga.
Seni tersebut terdiri atas gambang (musik) dan rancag (sastra lisan). Dengan iringan musik gambang, sang juru rancag akan menuturkan pantun berkait tentang berbagai soal dalam kehidupan masyarakat Betawi.
Pementasan yang dinikmati Kompas.com kala itu, dibawakan oleh mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang bekerja sama dengan sanggar Pusake Betawi.
Mereka bersyair tentang sinopsis lakon lenong yang akan ditampilkan berikutnya, Mirah si Gadis Marunda.
Tidak seperti lenong, rancag tidak begitu dikenal masyarakat awam. “Pernah dengar, tapi saya kira tentang silat-silatan gitu,” tutur Riani (26), salah seorang penikmat seni yang hadir di GIK, pada Kompas.com, Kamis.
Dibandingkan dengan lenong, sistem pewarisan rancag dinilai agak sulit. Dosen Sastra dan Budaya Betawi UNJ, Siti Gomo Attas menuturkan bahwa rancag merupakan seni sastra tinggi berupa cerita rakyat yang dipantunkan dan disyairkan sehingga memiliki tingkat kesulitan luar biasa.
“Selain harus dapat mengetahui cerita yang dirancagkan, seorang perancag juga harus dapat menyusun pantun dan syair, termasuk harus bisa melagukan dengan irama gambang rancag,” papar Siti.
Sementara itu, lanjutnya, lenong merupakan seni tutur yang agak lebih mudah karena hanya membutuhkan kepiawaian dalam cerita dan candaan Betawi, termasuk karakter yang kuat. Oleh sebab itu, tak ayal jika rancag sulit dipelajari.
Namun, dengan adanya acara yang bertajuk “Ketawa-Tiwi: Kumpul Seni Tradisi Betawi” itu Siti berharap masyarakat awam, terutama mahasiswa sebagai penerus bangsa, tidak sekadar mengenal rancag, tetapi juga merasakan hidup getirnya sebuah kehidupan budaya Betawi, dan kemudian turun langsung untuk mewarisinya.
https://edukasi.kompas.com/read/2017/07/21/22500021/kesenian-betawi-tak-hanya-lenong-