Suci merupakan dosen Fakultas Biologi dan Sekolah Pascasarjana Magister Biologi Universitas Nasional. Dosen ini tergolong aktif melakukan konservasi satwa, khususnya orang utan. Penghargaan itu dia dapatkan tak lepas dari kiprahnya selama 30 tahun di bidang konservasi orang utan.
Para nominator Indiana Prize tersebut dipilih karena dianggap berpengaruh dan memiliki kontribusi nyata terhadap konservasi fauna. Tidak hanya menyelamatkan spesies fauna, namun juga populasi dan ekosistemnya.
"Saya sangat mengapresiasi, karena ini artinya dunia Intenasional mulai melihat peneliti Indonesia. Lebih dari itu, konservasi primata di Indonesia juga semakin bermakna di mata dunia," ujar Suci, Rabu (13/9/2017).
Michael Crowther, Presiden dan CEO Indianapolis Zoo, dalam siaran persnya mengatakan para finalis Indianapolis Prize 2017 ini adalah para konservasionis yang paling penting dan berprestasi di lapangan saat ini.
Para finalis itu dinilai tidak hanya melindungi satwa, namun juga berhasil menciptakan metode konservasi yang sukses untuk menjaga kelangsungan hidup satwa di masa mendatang.
Para finalis itu, lanjut Michael, berasal dari berbagai negara dan lintas benua, yang memfokuskan diri pada satwa unik dan menjadi simbol, dari primata, mamalia laut hingga reptil dan burung.
Tahun ini, Indianapolis Prize membawa lebih banyak koleksi penelitian individual dari ekosistem Asia, termasuk satwa-satwa yang populasinya dalam bahaya, seperti orangutan, macan tutul salju, harimau, dan kukang.
Nantinya, ke-32 finalis ini akan diseleksi kembali menjadi 6 pemenang. Pemenang pertama mendapatkan hadiah utama uang tunai sejumlah 250.000 dolar AS. Sementara itu, lima finalis lainnya masing-masing mendapatkan 10.000 dolar AS.
Berikut 5 dari 32 finalis Indianapolis Prize:
1. Sri Suci Atmoko, Ph.D (Universitas Nasional) – peneliti dengan pengalaman 30 tahun mempelajari reproduksi, populasi dan konservasi spesies orang utan.
2. Purnima Devi Barman, Ph.D. (Aranyak) – Pegiat lingkungan yang fokus pada upaya konservasi adjutant Storks (jenis burung bangau) di India. Ia melakukan kampanye untuk memastikan bangau ini dapat bertahan hidup, mengubah stigma akan bangau ini yang sebelumnya dianggap sebagai petanda buruk;
3. Lisa Dabek, Ph.D. (Papau New Guinea Tree Kangaroo Conservation Program; Woodland Park Zoo) — PendiriTree Kangaroo Conservation Program, bertanggung jawab terhadap konservasi area yang pertama kali ada di Papua New Guinea, menggunakan teknologi Crittercam untuk pertama kalinya, guna mengamati mamalia yang hidup di atas pohon;
4. Rodney Jackson, Ph.D. (Snow Leopard Conservancy) — Melakukan penelitian mendalam menggunakan radio tracking untuk macan tutul salju sejak tahun 1980;
5. Anna Nekaris, Ph.D. (Oxford Brookes University; Little Fireface Project) — Mengepalai penelitian tentang ekologi dan wilayah Kukang. Sebagai direktur Little Fireface Project, melakukan survei, radio tracking, pariwisata yang ramah lingkungan dan penghijauan kembali.
https://edukasi.kompas.com/read/2017/09/14/10163981/peneliti-indonesia-masuk-nominasi-indianapolis-prize-2017