Salin Artikel

Dongkrak Mutu Tenaga Kerja, Pelatihan Vokasi Butuh Suntikan Beasiswa!

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan, saat ini Indonesia mengalami kelebihan (over supply) tenaga kerja di level operator. Sedangkan, tenaga kerja dengan kategori teknisi dan tenaga ahli jumlahnya sangat terbatas.

Seperti yang dilansir Kompas.com pada Kamis (4/1/2018), Indonesia masih kekurangan tenaga terampil untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Davy Sukamta, mengatakan tenaga terampil yang dibutuhkan mesti berpengalaman dan lulus sertifikasi.

Baca: Jumlah Tenaga Kerja Konstruksi Tersertifikasi Hanya 720.000

Sementara, nilai pasar industri konstruksi di Indonesia mencapai Rp 1.000 triliun. Nilai itu termasuk untuk pembangunan infrastruktur umum, gedung, bendungan, maupun perumahan rakyat. Pemerintah membiayai sekira 35 persen dari total nilai industri tersebut. Sedangkan, serapan tenaga kerja sektor konstruksi mencapai lebih dari 7 juta orang.

Sebagai contoh, perbandingan tenaga ahli dan tenaga terampil maupun pekerja konstruksi di Indonesia masih masih jauh dari ideal. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat perbandingannya tidak sampai 10 persen dari kebutuhan tenaga ahli sektor konstruksi.

Para tenaga ahli yang telah disertifikasi itu tersebar di semua level, baik perencana, pengawas, maupun pelaksana proyek. Tenaga ahli pada sektor jasa konstruksi meliputi bidang arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan, dan manajemen pelaksanaan.

Hanif Dhakiri mengakui, kekurangan tenaga kerja terampil dan tersertifikasi merupakan tantangan yang mesti diselesaikan dalam waktu singkat. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menggelar pelatihan vokasi.

Baca: Jokowi: Mulai 2019, Kita Konsentrasi pada Pembangunan SDM

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tengah gencar membangun infrastruktur. Salah satu yang mesti dilakukan adalah pembebasan lahan. Namun, proses itu sempat terhambat karena kurangnya juru ukur tanah.

Seseorang mesti menempuh pendidikan sekian tahun lamanya untuk menjadi juru ukur tanah. Di samping itu, pembangunan mesti segera dilaksanakan. Berangkat dari persoalan itu, Kemenakertrans bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) memberi pelatihan untuk posisi asisten juru ukur tanah. Waktu pelatihan untuk tenaga kerja cukup singkat yakni tiga hingga empat bulan saja.

Menurut dia, pelatihan vokasi seperti itu dibutuhkan untuk mengimbangi permintaan kebutuhan tenaga kerja terampil di pasar kerja, bukan hanya di sektor kontruksi. Bila tenaga kerja mesti menempuh pendidikan formal, tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sementara, kebutuhan tenaga kerja tidak bisa menunggu lama.

“Saat ini, industri berubah sangat cepat. Jika pendidikan masih berpola sama, maka tenaga kerja yang dihasilkan dunia pendidikan pasti ketinggalan dibandingkan perubahan di dunia usaha itu sendiri. Nggak akan ngejar!” ujarnya.

Beasiswa pelatihan vokasi

Pelatihan vokasi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit sebab teknologi dan peralatan yang dibutuhkan memang tidak murah. Bahkan, tenaga kerja agar dapat menguasai keterampilan level tertentu pada sektor khusus mesti memburu ilmu ke negara lain.

Untuk itulah, Hanif berharap Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan dapat mengalokasikan dana beasiswa untuk pelatihan vokasi (vocational training dan retraining).

Kemenakertrans tengah mengkaji dua hal terkait ketenagakerjaan yaitu Skill Development Fund (SDF) dan Unemployment Benefit (UB) dengan lintas kementerian. Pembiayaan pelatihan vokasi, ujar dia, masuk dalam skenario SDF.

Akhir tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana mengubah Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) menjadi Dana Abadi Pendidikan. Dana abadi pendidikan tersebut telah mencapai lebih dari Rp 31 triliun dan bakal terus meningkat di masa mendatang.

Presiden Joko Widodo menegaskan dana abadi pendidikan mesti dikelola secara tepat, lebih produktif, lebih terukur, dan jelas manfaatnya bagi peningkatan kualitas SDM. Jokowi meminta dana tersebut bisa digunakan untuk membiayai penelitian terkait pangan, energi dan mengantisipasi teknologi, pengembangan ekonomi digital, dan riset produktif lainnya.

Selain itu, Presiden Jokowi meminta agar dana abadi pendidikan bisa menyentuh sektor ketenagakerjaan. Apalagi, mayoritas tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD dan SMP yang membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Wujud penyaluran beasiswa bagi pekerja tersebut berbentuk program beasiswa pendidikan maupun pelatihan vokasi.

Direktur International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo berpendapat, pemerintah perlu mengambil langkah terobosan untuk menurunkan ketimpangan pasar kerja yang dialami jutaan kaum muda. Ketimpangan terjadi antara tenaga kerja yang high skill dan low skill, antara yang jobholder dengan jobless, dan antara low wages dengan high wages.

“Cara yang mudah dan dapat serta perlu dilakukan adalah dengan memanfaatkan dana abadi pendidikan yang dikelola LPDP Kementerian Keuangan,” katanya.

“Ini bisa menjadi angka awal. Jika dalam pelaksanaannya baik, bisa naik 20 hingga 30 persen. Artinya, per tahun bisa mencapai Rp 500 miliar,” tuturnya.

Pelatihan vokasi dan pemagangan bisa juga diselenggarakan oleh kampus swasta seperti Politeknik Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) di Cikarang atau Balai Latihan Kerja (BLK) unggulan.

Pemagangan, ia melanjutkan, juga bisa dilaksanakan di perusahaan BUMN, perusahaan asing, maupun perusahaan berskala besar seperti Astra. Bahkan, tenaga kerja yang perlu meningkatkan keterampilan bisa magang di Jepang maupun Korea yang menjadi basis industri tertentu.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/01/26/07433081/dongkrak-mutu-tenaga-kerja-pelatihan-vokasi-butuh-suntikan-beasiswa

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke