Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) telah dilakukan pada Jumat (26/1/2018), antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dan University of Technology Sydney (UTS), serta jalur perguruan tinggi UTS Insearch.
Pada media briefing yang bersamaan dengan berlangsungnya acara Australia Indonesia Digital Forum (AIDF), Rabu (31/1/2018), Dekan Kerjasama Internasional dan Eksternal untuk UTS School of Architecture, Anthony Burke, mengaku antusias atas kesempatan kolaborasi perancangan kota yang melibatkan warga, pemerintah, serta didukung oleh teknologi dan data.
“Smart city bukan hanya tentang teknologi, tapi memberikan pemahaman pentingnya keterlibatan masyarakat dalam solusi perkotaan bersama pemerintah juga,” ujar Burke di Senayan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Prinsip utama Kota Cerdas adalah bagaimana kota tersebut bisa mencukupi kebutuhan hidup. Untuk itu, perlu ada pembicaraan dan keterlibatan matang dari sudut pandang akademis, pemerintah, dan masyarakat.
Jakarta menjadi kota pertama di Indonesia untuk peningkatan konsep Kota Cerdas berdasarkan kerjasama UTS dan ITB. Teknis ke depannya, kerjasama ini akan memperluas konsep Kota Cerdas pada pemimpin kota sehingga membuat para pemimpin mengerti pengembangan Kota Cerdas dan bisa turut mengajak masyarakat berpartisipasi.
“Pada MoU (antara UTS dan ITB), ada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi, bukan hanya dituntaskan dari teknologi dan desain, tetapi juga melibatkan teknologi dengan kesehatan, seni, dan bidang lainnya,” lanjut Burke.
Ciri khas Kota Cerdas
Walau begitu, Burke mengatakan sebenarnya tidak ada satu kota yang benar-benar ditargetkan secara spesifik di kolaborasi ini. Riset dan kolaborasi tersebut bertujuan menarik perspektif regional dalam membantu para pemimpin mengerti mengembangkan potensi Kota Cerdas sehingga bisa membawa riset, solusi, dan ciri Kota Cerdas khas tersendiri yang tepat di wilayahnya.
Model Kota Cerdas biasanya berkiblat dari Amerika dan Eropa. Sementara itu, kolaborasi ini bertujuan untuk mencapai fokus Kota Cerdas yang sesuai dengan ciri khas regional di Indonesia.
Sebab, karakteristik masyarakat dan permasalahan yang ada pada kota-kota di Indonesia tak selalu sama dengan di Amerika atau Eropa.
Ketua dari Institute for Innovation and Entrepreneurships Development sekaligus Ketua dari Indonesia Smart Initiatives, Suhono Harso Supangkat, turut menjelaskan beberapa pembagian Kota Cerdas.
“Pertama, Smart City 1.0, yang menerapkan teknologi saja sebagai alat. Kemudian Smart City 2.0, di mana teknologi mulai ada dan pemimpin kota sudah bergerak untuk menerapkannya lebih lanjut. Paling tepat yang Smart City 3.0, yakni ada kooperasi pemerintah dan melibatkan partisipasi masyarakat,” jelas Suhono.
Setelah penandatangan MoU itu, program konkrit terdekat yang akan dilakukan antara UTS dan ITB adalah mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun Kota Cerdas.
Suhono pun menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan pula akan ada anak-anak muda yang bisa bekerja sama memberikan solusi atas permasalahan kota melalui ekspansi Kota Cerdas.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/02/01/14233951/kembangkan-kota-cerdas-indonesia-tak-perlu-meniru-negara-lain