JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Program for International Students Asessment (PISA) yang digelar Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) per tiga tahun, Korea selalu di posisi teratas.
Sementara, Indonesia masih menempati urutan bawah pada kegiatan yang diikuti anak usia 15 tahun di bidang matematika, IPA, dan literasi ini.
Saat pertama mengikuti PISA yakni 2003, Indonesia sendiri berada pada posisi terbawah dari 40 negara peserta. Peringkat itu tak berubah jauh pada 2006, 2009, 2012, dan terakhir 2015.
Sedangkan, Korea berada pada posisi kedua setelah Finlandia untuk kemampuan bidang matematika.
Pada umumnya soal-soal yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa merupakan pertanyaan yang memerlukan daya berpikir dan analisa yang lebih tinggi.
Soal-soal semacam itu menerapkan konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan Critical Thinking Skills (CTS).
(Baca: Pemerintah Kebut Pelatihan Guru agar Bisa Terapkan Kurikulum 2013)
Pertanyaan yang menerapkan HOTS memerlukan informasi lain sebagai jawabannya atau memerlukan daya analisa yang tinggi.
Jadi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bukanlah pertanyaan yang bersifat langsung.
Dalam proses pembelajaran di kelas sehari-hari, siswa Indonesia belum terbiasa dengan jenis pertanyaan semacam itu.
Maka, wajarlah bila siswa Indonesia yang mengikuti dua gelaran internasional itu terkendala menjawab pertanyaan secara tepat.
Penerapan HOTS yang belum optimal bisa dilihat dari pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Sekolah Menengah Atas (SMA) beberapa waktu lalu.
(Baca: Ujian Nasional, Dua Persen Siswa SMK Masih Gunakan Kertas dan Pensil)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan HOTS diterapkan karena Indonesia belum berprestasi dalam Programme for International Student Assessment (PISA) .
Oleh karenanya, standar soal ujian nasional ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan.
Ujian nasional berstandar HOTS, imbuhnya, telah disampaikan ke sekolah-sekolah.
Guru-guru pun diminta mempelajari kisi-kisi standar tersebut untuk diajarkan kepada siswa.
Nyatanya, sebagian siswa masih kelabakan menyelesaikan soal berstandar HOTS itu.
Mendidik guru
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak berpangku tangan dengan ketertinggalan itu.
Melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, pemerintah berupaya meningkatkan kompetensi guru agar mampu mendongrak mutu pembelajaran di sekolah.
Sekretaris Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, E. Nurzaman, mengatakan HOTS diajarkan melalui penerapan Kurikulum 2013 di sekolah.
Dalam penerapan Kurikulum 2013, guru berperan sebagai fasilitator proses pembelajaran.
"Sebelum dilaksanakan sepenuhnya pada tahun ajaran 2018/2019, guru-guru harus mengikuti pelatihan agar bisa menerapkan Kurikulum 2013,” katanya kepada Kompas.com pada awal April 2018.
Akselerasi penguasaan High Order Thinking Skill
Berdasarkan studi TIMSS dan PISA diatas, jelaslah anak-anak Korea memiliki kemampuan menjawab pertanyaan yang membutuhkan tingkat berpikir dan analisa yang tinggi.
Merujuk pada prestasi Korea tersebut, maka pemerintah menyelenggarakan program pertukaran guru Indonesia-Korea.
Pemerintah Indonesia dan Korea menandatangani kesepakatan bersama pada Maret 2009 terkait program pertukaran guru tersebut.
Sejak 2016 hingga kini, program itu dilaksanakan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. Pada 2017, program itu diikuti oleh sembilan guru Korea dan sepuluh guru Indonesia.
Sepanjang tiga bulan, para guru membawa misi budaya masing-masing kepada siswa-siswa di negara tempat mereka bertugas.
(Baca: Program Pertukaran Guru Perkuat Hubungan Bilateral Indonesia-Korea)
Para guru asal Korea telah bertugas di lima sekolah yang berada di Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, dan Banyuwangi sejak 8 Mei hingga 4 Agustus 2017.
Sementara, guru Indonesia bertugas mengajar di Korea sejak 9 September hingga 6 Desember 2017.
Para guru mempelajari keterampilan berbahasa agar dapat berkomunikasi dengan warga Korea.
Selain itu, para guru dibekali informasi tentang kondisi sosial, ekonomi, budaya dan sejarah Korea. “Utamanya, sistem pendidikan di Korea,” ujarnya.
Di sana, para guru bisa mengamati langsung bagaimana guru-guru Korea melaksanakan proses pembelajaran, menanamkan disiplin, menanamkan semangat kerja dan pantang menyerah kepada murid-muridnya.
Mereka juga mengamati bagaimana masyarakat Korea mendidik anak-anak sehingga dapat menjadi anak yang jujur, berdisiplin, pekerja keras, dan berpendirian teguh.
“Guru perlu menyerap semua aspek kehidupan warga Korea mulai dari rumah, sekolah, dan kehidupan bermasyarakat yang merupakan tiga wadah kehidupan yang amat berperan membentuk watak dan karakter anak,” katanya.
Kemajuan Korea
Dalam berbagai studi komparatif internasional, Korea selalu berada pada posisi 5 besar.
Hingga 1960-an, Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara termiskin di Asia. Saat itu, Korea hanya mengandalkan pertanian sebagai sumber hidup rakyatnya.
Negara yang miskin dengan sumber daya alam itu mulai berubah pada medio 1960-an. Korea mengalami kemajuan pesat di bidang pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan.
Sejumlah sumber menyebutkan, kemajuan pesat negara ini tidak terlepas dari mentalitas dan daya juang rakyat Korea yang sangat tinggi.
Orang Korea dikenal sebagai pekerja keras, berdisiplin tinggi, jujur, dan berpendirian teguh.
Korea kini dikenal sebagai negara penghasil berbagai teknologi mulai dari alat komunikasi, alat transportasi, dan berbagai alat elektronik.
Korea juga unggul dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan.
Rentetan prestasi
Korea selalu di posisi lima besar dalam Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diadakan oleh The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang digelar sejak 1995. Berikut prestasi yang telah diraih Korea:
1. TIMSS 1995
Korea berada pada urutan kedua setelah Singapura untuk bidang matematika Grade 8. Untuk bidang IPA, Korea di bawah Singapura, Ceko, dan Jepang.
2. TIMSS 1999
Korea kembali menduduki posisi kedua setelah Singapura untuk matematika, dan posisi nomor 5 untuk IPA setelah Taiwan, Singapura, Hungaria, dan Jepang.
3. TIMSS 2003
Korea tetap menduduki posisi kedua setelah Singapura di bidang matematika dan urutan ketiga pada bidang IPA setelah Singapura dan Taiwan.
4. TIMSS 2007
Korea tetap berada pada urutan kedua setelah Taiwan untuk matematika dan posisi keempat untuk IPA setelah Singapura, Taiwan, dan Jepang.
5. TIMSS 2011
Korea menduduki posisi pertama untuk matematika dan urutan ketiga untuk IPA setelah Singapura dan Taiwan.
6. TIMSS 2015
Korea berada pada urutan ketiga setelah Singapura dan Taiwan untuk matematika dan posisi keempat setelah Singapura, Jepang, dan Taiwan.
Pada gelaran kali ini, Indonesia tidak ikut pada jenjang Grade 8, melainkan pindah ke Grade 4 yang juga diikuti oleh Korea.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/04/23/08050091/indonesia-kirim-guru-ke-korea-untuk-pelajari-hots