KOMPAS.com - Dunia tengah memasuki era revolusi industri 4.0 dan membutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya mengandalkan kemampuan teknis saja.
"Dunia pendidikan sedang mengalami 'goncangan' menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0," ujar Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Dr. Ninok Leksono MA dalam konferensi pers menyambut Hari Pendidikan Nasional di Newsroom UMN, Rabu (2/5/2018).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi industri generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengangkat naik perekonomian secara dramatis.
Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik yang memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lainnya yang mengubah wajah dunia secara signifikan.
Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi komputer, internet dan digital yang tidak saja mengubah dunia industri namun juga budaya dan habit generasi secara mendasar.
Distruptif teknologi
Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan komputer super, kecerdasan buatan atau Intelegensi Artifisial.
“Akan banyak pekerjaan hilang digantikan dengan robot atau kecerdasan buatan. Namun juga menjadi peluang karena banyak bidang pekerjaan baru yang muncul,” papar Ninok.
Tantangan pendidikan ke depan adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang tidak akan tergantikan dengan mesin tersebut, tambahnya.
Menghadapi tantangan tersebut, Wakil Rektor UMN Ir. Andrey Andoko menyampaikan pendidikan tinggi perlu mempersiapkan sumber daya yang memiliki kompetisi tersebut.
"Saat ini pekerjaan yang bersifat rutin dan harian sudah banyak diambil alih mesin. Ke depan pekerjaan yang masih belum bisa diambil alih oleh mesin dan robot adalah pekerjaan yang membutuhkan kemampuan dalam melakukan analisa, mengambil keputusan atau berkolaborasi," jelas Andrey.
Andrey menyampaikan ada beberapa kompetensi yang dibutuhkan mempersiapkan era industry 4.0 diantaranya adala kemampuan memecahkan masalah (problem solving), beradaptasi (adaptability), kolaborasi (collaboration), kepemimpinan (leadership), dan kreatifitas serta inovasi (creativity and innovation).
Generasi Digital
Karenanya, Ninok Leksono melihat pentingnya peran pendidik untuk mampu melahirkan peserta didik yang terus menjadi 'manusia pembelajar' atau long life learner.
Tentunya pola pendidikan era lama kini menjadi kurang relevan untuk diterapkan pada generasi zaman 'now' yang terkena dampak langsung distruptif teknologi.
"Dulu saya menganggap smart phone sebagai 'musuh'. Saya sempat memberlakukan peraturan untuk mengumpulkan seluruh smart phone mahasiswa selama mengajar karena saya menganggap akan menggangu," cerita Ketua Program Studi Komunikasi Strategis Inco Hary Perdana.
Namun rupanya, justru hal itu membuat para mahasiswa kehilangan semangatnya dalam belajar. "Seperti orang kehilangan belahan jiwa," kelakar Inco yang hendak menggambarkan sedemikian tidak terpisahkannya 'Generasi Z' dengan gadget.
Akhirnya, Inco justru menggunakan gadget tersebut sebagai media pembelajaran untuk para digital native ini.
Ternyata, mahasiswa justru mampu melakukan banyak eksplorasi pembelajaran. "Ada banyak hal yang justru generasi Z ini lebih banyak tahu dibanding saya," katanya.
Inco menggambarkan, jika dahulu generasinya memerlukan waktu 1 minggu untuk mengerjakan sebuah tugas kuliah multimedia, generasi zaman 'now' dengan media yang ada hanya memerlukan waktu setengah jam saja, ujar Inco.
Di sinilah kemudian dibutuhkan keberanian bagi para pendidik untuk berani merefleksikan kembali perannya di depan kelas.
Refleksi Ulang Ki Hadjar Dewantara
"Peran pendidik, dosen, kini dituntut tidak hanya bertugas 'transfer ilmu' di depan kelas," jelas Ninok mencoba merefleksikan kembali filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Di depan memberi panutan, di tengah memberi semangat dan di belakang mampu mendorong masih sangat relevan dalam pandangan Ninok.
Tugas dosen tidak sebatas membuat mahasiswa menjadi pintar namun juga memberi motivasi, membangun karakter sehingga menjadi insan atau pribadi yang berintegritas.
Hal senada disampaikan Inco yang masih melihat peran pendidik masih sangat penting meski pengetahuan kini sudah bisa diakses dari banyak sumber.
"Di era digital sekarang sudah tidak jaman lagi istilah 'dosen selalu benar'," kata Inco. Tugas dosen atau pendidik selain memberikan motivasi juga menjadi filter dari beragam literasi media yang ditemukan mahasiswa agar tidak mengarah pada hasil yang kontra produktif.
Dosen harus mampu melahirkan mahasiswa yang kreatif, inovatif, mampu menjawab tantangan dengan sumber-sumber yang kredible, sesuai aturan ilmiah dan juga menjunjung etika, tandasnya.
Dari sini diharapkan akan bermunculan generasi 'kekinian' yang mampu menjawab setiap tantangan yang muncul di eranya dengan berkarakter dan berintegritas.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/05/02/15561621/ki-hadjar-dewantara-dan-guncangan-pendidikan-era-industri-40