Salin Artikel

Dea, Kisah Putri Juru Parkir yang Masuk UGM

KOMPAS.com - Dea Mandasari, 18 tahun, tidak pernah mengeluh terlahir dalam keluarga kurang mampu. Ia memilih berjuang dalam keterbatasan untuk menggapai impian.

Ayah Dea, Turino Junaidi, bekerja sebagai juru parkir. Namun, Dea tidak merasa rendah diri untuk memiliki cita-cita mengenyam pendidikan tinggi.

Dikutip dari laman berita resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), usaha dan ketekunan Dea dalam belajar berhasil mengantarkannya diterima Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tanpa tes.

Dea merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara putri pasangan Turino Junaidi  dan Sadati. Ayah Dea sehari-hari bekerja sebagai juru parkir di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sementara ibunya membantu menopang ekonomi keluarga dengan berjualan pulsa.

Pekerjaan juru parkir sudah dilakoni Turino selama 13 tahun terakhir dengan penghasilan per Rp1,5 juta bulan. Jumlah yang jauh dari cukup untuk menghidupi istri dan keempat anaknya.

Dia pun mengambil pekerjaan sebagai tukang antar sayur-mayur dari pasar Kebayoran Lama ke sejumlah restoran di ibu kota sejak 6 tahun silam. Setiap harinya sejak dia mengantar ke dua tujuan yang berbeda dengan upah Rp 70.000.

Perjuangan orangtua

Kegigihan Turino untuk menghidupi keluarganya patut diacungi jempol. Di kala tidak bertugas sebagai tukang parkir, dia pun menyambi driver ojol atau ojek online.

"Biasanya saya tugas parkir di pasar selama 15 hari, jadi 1 hari on 1 hari off dapat jadwal jam 11 sampai 6 sore," ungkapnya.

Dia ingin anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Pendidikan bagi anak-anak merupakan hal terpenting dalam hidupnya.

Lelaki berkacamata ini tidak ingin anak-anaknya bernasib sama seperti dirinya yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pria ini ingin semua anaknya berpendidikan sehingga dapat hidup layak. Dia yakin melalui pendidikan bisa merubah jalan hidup seseorang.

"Apa pun saya kerjakan yang penting halal. Selagi masih kuat akan mengusahakan yang terbaik bagi anak-anak," ucapnya. 

Oleh karena itu, ketika mengetahui anak keduanya diterima masuk UGM lewat jalur tanpa tes, Turino tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.

"Bangga Dea bisa masuk UGM, kami orangtua selalu mendukungnya," katanya.

Dea menyebutkan telah berkeinginan melanjutkan kuliah sejak bangku SMP. Hanya saja ia tidak berani secara terang-terangan memaksakan keinginannya ke orang tuanya.

Terlebih dengan kondisi keluarga yang serba pas-pasan.

Siswi berprestasi

Berada dalam keterbatasan, tidak mematahkan semangat gadis kelahiran Jakarta, 28 Mei 2000, untuk mewujudkan mimpinya. Dia mempunyai mimpi besar menjadi seorang pengusaha sukses. Karenanya, dia pun giat belajar dan berusaha berprestasi.

“Yang saya lakukan adalah terus berusaha disertai doa. Pasti Tuhan akan membukakan jalan,” tutur alumnus SMA 48 Jakarta Selatan ini.

Tuhan membukakan jalan bagi mereka yang memperjuangkan mimpinya.

Sejak bangku SD Dea selalu masuk 2 besar dan saat SMP serta SMA selalu masuk 10 besar di kelasa. Bahkan Dea meraih peringkat tertinggi ke-2 USBN di sekolah untuk jurusan IPS.

Tak berhenti sampai di situ, gadis berkacamata ini berhasil meraih beasiswa Bidikmisi, bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi calon mahasiswa berprestasi yang tidak mampu secara ekonomi

Sementara sang ibu, Sadati (48) mengungkapkan Dea merupakan anak tekun dan gigih dalam mengejar mimpi. Walapun kondisi keluarga pas-pasan, Dea memiliki tekad kuat menggapai impiannya masuk perguruan tinggi dan menjadi sarjana.

“Waktu itu mikir susah gak ada biaya, tapi saya bilang ke Dea untuk terus semangat belajar biar nilainya bagus supaya bisa mengajukan beasiswa masuk perguruan tinggi,” tuturnya.

Sosok mandiri

Sadati menceritakan bahwa putrinya itu adalah sosok yang mandiri sejak kecil. Bahkan, Dea kerap berjualan tanpa sepengetahuannya untuk mencukupi kebutuhan sekolah dengan berjualan pulsa di sekolah.

Saat remaja seusianya asik menikmati pertunjukan musik, Dea justru tak jarang berjualan air minum kemasan di konser-konser musik tersebut.

Turino dan Sadati sangat bersyukur memiliki anak-anak yang mau hidup prihatin dan memahami kondisi keluarga. Mereka pun bangga berhasil membesarkan anak-anaknya dan ada yang berhasil masuk perguruan tinggi.

“Harapannya nantinya Dea dan semua anak-anak kami bisa sukses dan mengangkat derajat orang tua,” pungkas keduanya.

Dea pun berharap dengan kuliah nantinya ia dapat memperbaiki kehidupan keluarga. Ada satu mimpi besar yang ingin segera diwujudkan: membangun rumah bagi kedua orangtuanya jika sukses nanti.

Selama kuliah, Dea berencana mencari pekerjaan sampingan. Hal ini terpaksa dilakukan agar tidak membebani orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan selama kuliah.

Dea merupakan satu dari ribuan sosok anak bangsa yang lahir dari keluarga kurang beruntung.

Namun, gadis ini berhasil membuktikan bahwa keterbatasan bukan menjadi penghalang meraih asa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya.

Kisah Dea menjadi salah satu kisah Tuhan yang tidak pernah tertidur melihat perjuangan hambaNya.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/04/17340931/dea-kisah-putri-juru-parkir-yang-masuk-ugm

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke